htilogo.jpg

بسم الله الرحمن الرحيم

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Nomor: 125/PU/E/01/08 Jakarta, 17 Januari 2008 M

PERNYATAAN
HIZBUT TAHRIR INDONESIA
Tentang
“Pelegalan Ahmadiyah”

Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan (Bakorpakem) melalui rapatnya yang diselenggarakan di Kejaksaan Agung, Selasa, 15 Januari lalu memutuskan untuk tidak melarang kelompok Ahmadiyah. Keputusan itu diambil setelah rapat menerima 12 butir Penjelasan PB JAI (Jemaat Ahmadiyah Indonesia) tentang Pokok-pokok Keyakinan dan Kemasyarakatan Warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang disampaikan oleh Abdul Basith, Amir JAI.

Dalam Penjelasan itu, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) menyatakan Nabi Muhammad saw sebagai khatamun nabiyyin (nabi penutup) dan menegaskan bahwa pendiri Jemaat Ahmadiyah Mirza Ghulam Ahmad, sebagai mursyid, guru dan panutan warga Ahmadiyah. Ditegaskan pula bahwa Buku Tadzkirah hanyalah merupakan kumpulan pengalaman rohani Mirza Gulam Ahmad, bukan kitab suci, karena kitab suci Ahmadiyah hanyalah Al-Qur’an, dan bersama sunnah Nabi Muhammad saw, merupakan sumber ajaran Islam yang dipedomani. Lebih jauh dijelaskan bahwa Ahmadiyah tidak pernah mengkafirkan orang Islam non-Ahmadiyah, dan menyatakan Masjid-masjid Ahmadiyah terbuka bagi kaum Muslimin.

Bakorpakem menilai penjelasan itu sebagai niat baik Ahmadiyah untuk kembali kepada jalan yang benar (ruju’ ilal haq), dan selanjutnya memberikan kesempatan kepada Ahmadiyah selama 3 bulan untuk melaksanakan 12 butir penjelasan tersebut. Dan bila terbukti nanti bahwa penjelasan itu hanya merupakan akal-akalan supaya tidak dikatakan sesat, Bakorpakem seperti ditegaskan oleh ketuanya, yang juga Jaksa Agung Muda Intelijen, Wisnu Subroto, akan bersikap lain.

Berkenaan dengan hal itu, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:

  1. Bahwa pada dasarnya menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengingatkan saudara sesama muslim agar terhindar dari kesalahan dan kesesatan. Dan menjadi kewajiban setiap muslim pula yang bila sadar ia berada dalam kesalahan dan kesesatan segera meninggalkan kesalahan dan kesesatan itu dan kembali kepada jalan yang benar (ruju’ ilal haq). Selanjutnya, dengan sikap khusnudzan (sangka baik) pernyataan ruju’ ilal haq itu harus diterima karena Islam menuntunkan untuk menilai sesama muslim berdasarkan pada apa yang tampak (tahkum bi dhahir), bukan menilai sikap batin.
  2. Tapi dalam kasus Ahmadiyah, kaidah di atas tidaklah berlaku karena persoalannya tidaklah sesederhana seperti yang terjadi dalam rapat Bakorpakem lalu dimana seolah kesesatan Ahmadiyah selesai begitu saja setelah dibuat 12 butir penjelasan. Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) hanyalah bagian dari Jemaat Ahmadiyah dunia dimana JAI terikat dengan ajaran, doktrin, paham dan keyakinan yang telah ditetapkan oleh pimpinan pusatnya sebagaimana tertuang dalam berbagai buku dan kitab rujukan mereka. Sejauh ini tidak ada revisi sama sekali terhadap seluruh ajaran yang ada meski Ahmadiyah telah berulang divonis sesat oleh berbagai pihak, baik di tingkat nasional oleh MUI di tahun 1980 maupun di tingkat internasional oleh OKI di Jeddah pada tahun 1985. Termasuk terhadap kitab Tadzkirah yang sebelumnya tidak pernah ditemukan penjelasan bahwa kitab itu sekadar catatan pengalaman rohani Mirza Gulam Ahmad.
  3. Karena itu, HTI mendukung sikap MUI untuk tidak dulu mencabut fatwa sesat terhadap Ahmadiyah, sampai benar-benar seluruh doktrin, keyakinan dan paham sesat yang mereka miliki benar-benar berubah. Mustinya sikap harus diambil oleh pemerintah adalah merujuk kepada fatwa MUI dengan menyatakan Ahmadiyah sesat, melarang dan membubarkannya. Bila kemudian mereka benar-benar ruju’ ilal haq, barulah keputusan itu dicabut.
  4. Meski demikian, penyelesaian persoalan kelompok Ahmadiyah dengan kekerasan tidaklah tepat. Tapi, HTI bisa memahami bila ada sebagian anggota masyarakat bertindak sendiri, yang mungkin karena didorong oleh rasa kesal yang memuncak melihat kelompok yang sudah dinyatakan sesat oleh fatwa MUI tahun 1980 juga oleh OKI dalam Majma’ fiqh al Islami di Jeddah tahun 1985, tetap saja bebas bergerak. Tindakan anarkis itu mestinya tidak perlu terjadi bila aparat pemerintah bertindak tegas dengan melarang dan menutup seluruh kegiatan Ahmadiyah sejak dari awal.
  5. Menyerukan kepada seluruh umat Islam, termasuk pihak pemerintah, untuk mendengar dan menaati fatwa MUI tentang Ahmadiyah, karena fatwa tersebut adalah fatwa yang benar yang dikeluarkan oleh para ulama yang berkompeten. Fatwa tersebut jelas mestinya harus dipatuhi untuk menjaga kemurnian ajaran Islam dari rongrongan berbagai pihak yang dengan berbagai cara terus melakukan upaya penyimpangan dan pendangkalan aqidah umat.
  6. Menyerukan kepada kaum Muslim untuk bersegera kembali pada penerapan syariah dan khilafah. Sebab, pemerintahan sekuler seperti selama ini berlangsung makin terbukti tidak dapat melindungi kesucian ajaran Islam dan akidah umat.
  7. Semoga Allah SWT melindungi, merahmati dan memberikan hidayah taufiqiyah kepada kita semua, khususnya para ulama yang lurus, dalam memperjuangkan tegaknya risalah Islam yang haq ini di negeri ini agar tercipta rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil ‘alamiin).

Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia

Muhammad Ismail Yusanto

Hp: 0811119796 Email: ismaily@telkom.net

Gedung Anakida Lantai 7
Jl. Prof. Soepomo Nomer 27, Jakarta Selatan 12790
Telp / Fax : (62-21) 8353253 Fax. (62-21) 8353254
Email : info@hizbut-tahrir.or.id
Website : http://www.hizbut-tahrir.or.id