Demikian sikap yang tergambar dari para ulama yang tergabung dalam Forum Umat Islam, Forum Ulama Umat Indonesia, dan Aliansi Umat Islam (Alumi), saat menemui Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Rabu siang tadi (16/1).
Karenanya pernyataan yang dijelaskan pimpinan JAI, Abdul Basit itu sama sekali tidak menyentuh substansi yang tertera dalam fatwa MUI, yakni kembali kepada ajara Islam (ruju’ ila al haq).
“Di dalam kitab tersebut jelas tertera ada kalimat wahyun muqqaddas, yakni wahyu yang disucikan,” tegasnya Al Khaththath, sambil menunjuk kalimat tersebut pada Kitab Tadzkirah yang diperlihatkan oleh ketua LPPI, Amin Jamaluddin kepada para wartawan dan tokoh yang hadir.
Kalau buku Tadzkirah itu bukan kitab suci mereka sebagaimana diyakini mereka, tambah Khaththath itu harus dibuktikan, misalnya dengan membakar kitab tersebut di depan MUI.
Sementara itu terkait syahadat mereka yang sama dengan Islam, yakni Asyhadu anlaa- ilaaha illallahu waasyhadu anna Muhammadar Rasulullah, yang berarti aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah, bertentangan dengan kenyataan. Menurut Amin Jamaluddin, ketua Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI), bunyi syadahat itu memang sama tapi wujud orangnya berbeda. “ Muhammad yang diyakini Ahmadiyah ya Mirza Gulam Ahmad yang lahir di India, sementara yang diyakini kita ya Muhammad SAW yang dilahirkan di Mekkah,” ujar Amin. [pd]
0 komentar:
Posting Komentar