Blogger Themes

News Update :

Tadzkirah Bukan Kitab Suci Ahmadiyah, Harus Dibuktikan

Senin, 21 Januari 2008

Wednesday, 16 January 2008
Suara-islam.com--Selasa kemarin (15/1) Pimpinan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) telah memberikan penjelasan tentang pokok-pokok keyakinan warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang menurutnya disalahpahami umat Islam. Namun penjelasan itu tidak begitu saja diterima para ulama dan umat Islam. Malah para ulama menyatakan semua pernyataan dari JAI itu, adalah pernyataan lama. Tidak ada yang baru. Semua pernyataan itu tidak masalah bagi mereka sejak lama.

Demikian sikap yang tergambar dari para ulama yang tergabung dalam Forum Umat Islam, Forum Ulama Umat Indonesia, dan Aliansi Umat Islam (Alumi), saat menemui Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Rabu siang tadi (16/1).

Karenanya pernyataan yang dijelaskan pimpinan JAI, Abdul Basit itu sama sekali tidak menyentuh substansi yang tertera dalam fatwa MUI, yakni kembali kepada ajara Islam (ruju’ ila al haq).

Salah satu penjelasan dari pimpinan JAI yang penuh kebohongan adalah pernyataan bahwa buku Tadzkirah itu bukanlah kitab suci Ahmadiyah, melainkan catatan pengalaman rohani Hadzarat Mirza Gulam Ahmad. “Ini bertentangan dengan apa yang tertera dalam kitab Tadzkirah tersebut,” tegas KH Muhammad Al Khaththath, sekjen FUI.

“Di dalam kitab tersebut jelas tertera ada kalimat wahyun muqqaddas, yakni wahyu yang disucikan,” tegasnya Al Khaththath, sambil menunjuk kalimat tersebut pada Kitab Tadzkirah yang diperlihatkan oleh ketua LPPI, Amin Jamaluddin kepada para wartawan dan tokoh yang hadir.

Kalau buku Tadzkirah itu bukan kitab suci mereka sebagaimana diyakini mereka, tambah Khaththath itu harus dibuktikan, misalnya dengan membakar kitab tersebut di depan MUI.

Sementara itu terkait syahadat mereka yang sama dengan Islam, yakni Asyhadu anlaa- ilaaha illallahu waasyhadu anna Muhammadar Rasulullah, yang berarti aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah, bertentangan dengan kenyataan. Menurut Amin Jamaluddin, ketua Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI), bunyi syadahat itu memang sama tapi wujud orangnya berbeda. “ Muhammad yang diyakini Ahmadiyah ya Mirza Gulam Ahmad yang lahir di India, sementara yang diyakini kita ya Muhammad SAW yang dilahirkan di Mekkah,” ujar Amin. [pd]

Share this Article on :

0 komentar:

 

© Copyright AL-FATIH ZONE 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.