Blogger Themes

News Update :

I’thâ’u Ad-Dawlah (Subsidi Negara)

Selasa, 27 Mei 2008

I’thâ’u adalah mashdar dari a’thâ–yu’thî–i’thâ’[an] yang artinya memberi sehingga i’thâ’ artinya pemberian. Dengan demikian i’thâ’u ad-dawlah artinya adalah pemberian negara. Dalam hal ini sesuatu yang diberikan adalah harta dari Kas Negara (Baitul Mal). Pihak yang diberi harta itu adalah rakyat. Pemberian itu dilakukan agar rakyat yang diberi harta itu bisa memenuhi kebutuhan mereka atau agar bisa memanfaatkan, mengaktifkan atau memproduktifkan apa yang mereka miliki.

Praktik demikian dilakukan oleh Rasulullah saw. sebagaimana yang dinyatakan di dalam sirah. Abu Yusuf dan Abi Dawud meriwayatkan dari Amru bin Dinar, bahwa ketika sampai di Madinah pasca hijrah, Nabi saw. memberikan tanah kepada Abu Bakar dan Umar; sebagaimana Nabi saw juga memberikan tanah yang luas kepada Zubair, yaitu tanah mati Naqi’, dan di atasnya terdapat pepohonan dan kurma. ‘Alqamah bin Wail dari bapaknya menceritakan, bahwa Nabi saw. memberinya tanah di Hadramaut. Ahmad dan Abu Dawud dari Ibn ‘Abbas juga menceritakan, bahwa Nabi saw. memberikan tanah al-Qabaliyah, bukit dan lembahnya, kepada Bilal bin al-Harits al-Muzni. Amru bin Syu’aib dari bapaknya menceritakan, bahwa Nabi saw. memberikan tanah kepada orang-orang Juhainah atau Muzainah. Adi bin Hatim pun menceritakan bahwa Nabi saw. memberikan kepada Furat bin Hayan al-‘Ajali tanah di Yamamah.

Nafi’ Abu Abdillah, penduduk Bashrah, pernah meminta tanah di Bashrah kepada Umar bin al-Khaththab dan beliau memberikannya. Katsir bin Abdullah dari bapaknya dari kakeknya, menuturkan bahwa pada tahun 17 H Umar bin al-Khaththab memberikan tanah yang terletak di antara Mekah dan Madinah kepada penduduk al-Miyah untuk mereka dirikan bangunan di atasnya. Abu Ubaid meriwayatkan dari jalur ‘Athiyah bin Qays, bahwa Umar bin al-Khaththab memberikan tanah kepada orang-orang dari Andarkisan di Damasqus sebagai tempat menambatkan kuda-kuda mereka.

Nabi saw. dan para Khalifah sesudah Beliau bukan hanya memberikan tanah. Mereka juga memberikan harta dalam bentuk lain baik uang, pakaian, bahan makanan dan lainnya kepada individu-individu rakyat. Harta itu diberikan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Mereka juga memberikan kepada individu rakyat harta sebagai modal untuk menjalankan usaha produktif. Misalnya, Nabi saw. memberikan kapak kepada seorang dari kaum Anshar agar digunakan untuk mencari nafkah. Khalifah Umar memberikan bantuan uang kepada para penduduk Irak agar mereka bisa menanami tanah mereka.

Penggunaan kata i’thâ’ dalam konteks ini adalah dalam makna bahasa maupun syar’i. Dalam makna bahasa, yaitu sebagai pemberian. Dalam makna syar’i (secara fikih) i’thâ’ tersebut statusnya sama dengan hibah, yaitu dalam makna tamlîkan bi lâ ’iwadh (pemindahan kepemilikan tanpa disertai kompensasi). Karenanya, i’thâ’ itu memiliki konsekuensi hukum, yaitu terjadinya perpindahan kepemilikan harta kepada individu rakyat yang mendapat pemberian tersebut.

I’thâ’ sebagai sebuah tamlîk (pemindahan pemilikan) juga mengikuti ketentuan syariah dalam hal muamalah tamlîk (pemindahan kepemilikan). Di antaranya bahwa pemindahan kepemilikan itu harus dilakukan oleh pemilik harta atas harta yang memang menjadi miliknya. Pemindahan pemilikan itu tidak bisa dilakukan atas harta milik pihak lain. Demikian juga dalam konteks i’thâ ad-dawlah. Negara (Khalifah) tidak boleh memindahkan kepemilikan harta yang bukan milik negara, baik itu milik umum maupun milik individu.

Memang betul, harta milik umum dan harta milik negara sama-sama dikelola oleh negara. Namun, syariah memberikan ketentuan pengelolaan yang berbeda atas kedua jenis harta tersebut. Jika harta milik negara maka negara (Khalifah) secara syar’i boleh memindahkan kepemilikan atas harta itu baik manfaat maupun sumbernya. Adapun harta milik umum bukanlah milik negara. Karena itu, secara syar’i negara tidak boleh memindahkan kepemilikan atas sumber harta itu kepada individu maupun kelompok. Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah menyatakan, “Meski negara yang menjalankan pegelolaan kepemilikan umum dan kepemilikan negara, terdapat perbedaan dalam dua jenis kepemilikan ini. Terkait dengan semua yang termasuk dalam kepemilikan umum seperti—minyak bumi, gas, tambang dengan deposit yang besar, laut, sungai, mata air yang besar, lapangan umum, hutan, padang rumput, masjid, dsb—Khalifah tidak boleh memindahkan kepemilikannya kepada seorang pun baik individu maupun kelompok; karena harta itu adalah milik kaum Muslim umumnya. Khalifah harus menjalankan pengaturan tertentu agar memungkinkan semua orang memanfaatkan kepemilikan umum itu, sesuai dengan hasil ijtihadnya dalam rangka mengatur segala urusan (ri’âyah asy-syu’ûn) mereka dan memenuhi kemaslahatan mereka.

Adapun harta yang termasuk kepemilikan negara—berupa tanah, bangunan, dan sebagainya—maka Khalifah boleh memindahkan kepemilikannya kepada individu, baik zat maupun manfaat harta itu ataupun manfaatnya saja tanpa zatnya. Khalifah juga boleh mengijinkan rakyat untuk menghidupkannya dan memilikinya. Hal itu dijalankan oleh Khalifah sesuai dengan pandangannya bagi kemaslahatan dan kebaikan kaum Muslim.”

Jadi, dalam konteks harta kepemilikan umum yang didistribusikan oleh negara kepada rakyat—baik dalam bentuk tunai atau dalam bentuk pembiayaan bagi pelayanan dan fasilitas umum—maka hal itu bukan merupakan pemberian negara kepada rakyat. Dalam hal ini, negara hanya mewakili masyarakat mendistribusikan harta milik masyarakat kepada mereka sendiri. Hal itu agar distribusi dan pemanfaatan harta milik umum itu bisa dijamin berlangsung secara adil dan demi kemaslahatan dan kebaikan masyarakat.


I’thâ’u ad-Dawlah
dan Keseimbangan Ekonomi di Masyarakat

Islam telah mewajibkan berputarnya harta di antara seluruh individu rakyat dan melarang harta itu hanya berputar di antara sebagian anggota masyarakat saja. Allah Swt. berifman:

…كَيْ لاَ يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ اْلأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ…

Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. (QS al-Hasyr [59]: 7).

Kesenjangan bisa terjadi baik karena kurang berjalannya mekanisme ekonomi atau karena terjadi kelalaian dan penyepelean hukum-hukum syariah. Jika kesenjangan itu terjadi, negara harus mengatasinya dengan mewujudkan kembali keseimbangan ekonomi di masyarakat. Caranya adalah dengan memberikan harta dari harta milik negara kepada orang yang tidak mampu. Dengan itu, rakyat bisa memenuhi kebutuhannya dan keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan di antara anggota masyarakat bisa terealisasi. Negara harus memberikan harta bergerak dan tidak bergerak. Sebab, maksud pemberian harta itu bukan untuk memenuhi kebutuhan secara temporal saja, tetapi untuk menyediakan sarana-sarana pemenuhan kebutuhan. Hal itu dilakukan dengan memberikan pemilikan kekayaan yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan.

Hal itu telah dijalankan oleh Rasul saw. Ketika membagi fai’i Bani Nadhir, Nabi saw. hanya membagikannya kepada kaum Muhajirin saja dan tidak memberikannya kepada kaum Anshar kecuali dua orang, yaitu Abu Dujanah Samak bin Khursyah dan Sahal bin Hanif. Hal itu karena kondisi keduanya sama seperti kaum Muhajirin dari sisi kemiskinannya. Kejadian tersebut menjadi sebab turunnya QS al-Hasyr di atas.

Khalifah Umar bin al-Khaththab juga pernah memberikan bantuan finansial kepada para petani di Irak agar mereka bisa menanami tanah mereka. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun pernah memberi bantuan finansial kepada orang-orang yang dililit utang untuk melunasi utang mereka. Beliau juga memberikan bantuan finansial berupa pinjaman tanpa riba kepada ahl adz-dzimmah untuk menjadi modal pertanian mereka dan baru diminta dikembalikan minimal setelah dua tahun.

Jadi, Khalifah wajib mewujudkan keseimbangan ekonomi dengan memberi orang miskin harta dari harta milik negara yang ada di Baitul Mal. Dengan itu terwujud keseimbangan perekonomian di tengah masyarakat. Hanya saja hal itu tidak dianggap sebagai pengeluaran Baitul Mal yang bersifat kontinu, melainkan sebagai solusi bagi kondisi tertentu dan diambil dari harta-harta tertentu saja, yaitu dari harta milik negara. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]


http://www.hizbut-tahrir.or.id/al-waie/index.php/2008/05/06/

ithau-ad-dawlah-subsidi-negara/

Pemerintah Tidak Berhati Nurani

busung-lapar.jpgYa Allah, siapa saja yang menjadi pengatur urusan umatku, kemudian ia membebani mereka, maka bebanilah ia. (Doa Rasulullah saw.)

“Pemerintah Keterlaluan,” demikian headline sebuah media nasional yang mengkomentari kenaikan BBM 1 Oktober tahun 2005. Pernyataan yang sama kita tujukan kepada pemerintah sekarang ini. Tanpa peduli kesulitan rakyat, pemerintah ngotot tetap menaikkan BBM.

Dampak kenaikan ini tidak perlu diperdebatkan lagi. Sudah banyak pengamat yang mengatakan bahwa naiknya BBM akan menambah jumlah orang miskin. Harga-harga langsung meroket naik, biaya tranportasi pun meningkat, buruh terancam PHK massal. Pemerintah tampaknya tidak mau tahu. Mereka sudah buta mata, buta telinga, dan—yang paling menyedihkan—buta nurani.

Berbagai cara dilakukan Pemerintah yang tak bernurani ini untuk menenangkan masyarakat. Senjata utamanya adalah subsidi langsung. Pemerintah membagi-bagikan uang sebesar Rp 100.000 perbulan. Apakah ini menyelesaikan persoalan? Tentu saja tidak! Rp 100.000 perbulan (yang berarti Rp 3000 perhari) tidak akan cukup, mengingat biaya hidup meningkat berlipat-lipat. Ryas Rasyid dalam diskusi dengan HTI menggambar BLT seperti seorang yang dipukul habis-habisan sampai babak belur, supaya tidak nangis dia diberikan permen. Rakyat akan semakin menderita, untuk membujuk rakyat diberikan Rp 3000 perhari.

Jelas, kebijakan ini sangat zalim. Padahal masih banyak cara yang bisa digunakan oleh Pemerintah tanpa harus mengorbankan rakyat. Pemerintah, misalnya, bisa mengenakan pajak yang sangat tinggi terhadap orang-orang kaya yang berpenghasilan lebih dari Rp 5 juta, atau mengenakan pajak tambahan terhadap rumah-rumah mewah para pejabat yang harganya di atas 500 juta, demikian juga yang mempunyai mobil mewah lebih dari satu. Apa susahnya membuat kebijakan seperti ini. Pemerintah juga bisa saja menunda pembayaran utang plus bunga (APBN 2008) yang jumlahnya 151,2 trilyun. Pemerintah juga bisa menyita harta koruptor yang jumlahnya lebih dari Rp 200 triliun. Pemerintah juga bisa mengambil alih tambang emas, perak, minyak dan batu baru yang sekarang dikuasai oleh asing. Karena semuanya adalah pemilikan umum yang merupakan hak rakyat, tapi sekarang lebih dari 80 persen dikuasai asing. Akan tetapi, kebijakan ini malah tidak diambil oleh Pemerintah.

Kami berani mengatakan, kebijakan ini merupakan upaya sistematis untuk membunuh rakyat. Sebab, dengan kebijakan ini, akan semakin banyak rakyat yang meregang nyawa karena kemiskinan; akan semakin banyak anak-anak yang sakit karena orangtuanya tidak mampu memberikan gizi yang baik, juga karena kemiskinan; dan akan semakin banyak orang miskin yang sulit ke rumah sakit karena biaya rumah sakit yang semakin tidak terjangkau oleh mereka. Ini bukanlah persoalan main-main. Ini adalah tindakan pembunuhan terhadap rakyat yang termasuk dosa besar. (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 93).

Mengapa Pemerintah mengeluarkan kebijakan ini? Tidak lain, demi mematuhi tekanan negara-negara imperialis melalui IMF, yang telah memaksa Pemerintah untuk melakukan liberalisasi ekonomi, termasuk migas. Seperti yang diungkap Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila Universitas Gadjah Mada (UGM), Revrisond Baswir kepada Tempo Interaktif (2/10/2005), kenaikan harga BBM tersebut hanyalah bagian dari target liberalisasi sektor migas yang akan melepas harga minyak domestik ke pasar dunia. “Kenaikan ini hanya sebagian saja dari proses menuju liberalisasi tadi dan Pemerintah selangkah lagi dalam agenda tersebut,” kata Baswir. Ia juga memperkirakan, Pemerintah masih akan menaikkan harga BBM, karena harga yang sekarang pun masih di bawah harga pasar. Menurutnya, Pertamina sudah akan kehilangan izin PSO (public service obligation)-nya, dan akhirnya di sektor hilir migas akan masuk pengecer BBM lainnya di Indonesia seperti Exxon, Caltex, dan sebagainya.

Seperti kehilangan akal, Pemerintah juga memanfaatkan berbagai cara untuk melegalkan kedzolimannya. Media massa pun diduga ditekan agar tetap pro kenaikan BBM. Para ekonom dibeli untuk melakukan analisis yang pro kenaikan BBM. Para menteri pun harus beriklan di TV yang biayanya pastilah mahal.

Nasihat sabar disampaikan kepada masyarakat. Memang, keharusan bersabar saat mengalami kesulitan merupakan perintah Allah Swt. Namun, bukankah Allah Swt. juga memerintahkan kepada kita, tentu juga kepada ulama , untuk tidak berdiam terhadap kebijakan penguasa yang menyengsarakan rakyat. Lalu mengapa penguasa itu tidak dinasihati, padahal diam terhadap kemungkaran penguasa adalah dosa besar, apalagi jika ada kemampuan dan kesempatan untuk menasihatinya.

Bagi kita, pemerintah dzolim produk kapitalis ini, tidak boleh dibiarkan menyengsarakan rakyat. Kita harus melakukan perlawanan. Bukan semata-sama perlawanan terhadap antek-antek kapitalis yang berkuasa, tapi perlawanan terhadap sistem kapitalis yang menjadi pangkal penderitaan rakyat. Karenanya, kita harus bersungguh-sungguh, bahkan ekstra bersungguh-sungguh untuk memperjuangkan syariah dan Khilafah. Sistem inilah yang akan menghentikan kedzoliman sistem kapitalis yang membuat rakyat menderita ini. Sekali lagi , hanya syariah dan Khilafah.

Terakhir, kita mengingatkan kepada Pemerintah, hendaklah segera bertobat kepada Allah Swt., dan segera mencabut kebijakan yang menyengsarakan rakyat ini! [Farid Wadjdi]



http://www.hizbut-tahrir.or.id/2008/05/25/pemerintah-tidak-berhati-nurani/

Soal Jawab: Benarkah konflik Libanon memasuki babak baru?

Pertanyaan:

Benarkah bahwa konflik di Libanon telah memasuki sebuah babak yang baru, sebagaimana yang telah diumumkan? Jika demikian, maka apakah aturan-aturan permainan yang baru di Libanon ada dalam babak baru?

Jawab:

Benar jika mengatakan bahwa konflik Libanon telah memasuki sebuah babak baru, dan untuk memahami hal ini dengan jelas, kami paparkan permasalahannya dari awal agar bisa memberikan suatu perspektif:

1. Amerika Serikat menikmati pengaruhnya dan mengendalikan Libanon sejak dilakukannya Kesepakatan Ta’if hingga terjadinya pembunuhan Rafiq Hariri, dan Syria melindungi pengaruh AS di Libanon ketika negara itu mengirimkan tentaranya atas perintah AS.

2. Setelah pembunuhan Hariri, Prediden Perancis Chirac melihat suatu kesempatan emas saat dia berharap untuk mengembalikan pengaruhnya di Libanon. Karena itu Chirac mengeksploitir kejadian-kejadian dan memobilisir para loyalis Perancis di Libanon dan berhasil dalam memalingkan opini public dari Amerika, Syria dan kelompok loyalisnya agar berpaling kepada Perancis hingga Amerika setuju untuk mengusir tentara Syria dari Libanon. Syria dengan patuhnya mengikuti perintah AS untuk keluar dari sana.

Konflik itu berlanjut dan menjadi isu yang memanas diantara AS, Syria dan para pengikutnya di satu sisi, dan Perancis bersama kelompok loyalisnya di sisi lain. Sementara itu Inggris bersama kelompok loyalisnya di Libanon, tetap menjaga tradisinya untuk ‘tidak secara terbuka memusuhi Amerika’, dengan mendukung Perancis dari belakang tanpa berkonfontrasi dengan Amerika secara langsung.

3. Hal ini berlanjut hingga Sarkozy melanjutkan Chirac sebagai presiden Perancis. Dia dikenal sebagai seorang sahabat pemerintah AS dan hal ini terlihat jelas selama kampanye pilpresnya. Karena itu konflik antara AS dan Perancis menguap dan digantikan ileh kompetisi dengan semangat yang sportif diantara kedua belah pihak. Sarkozy berharap untuk mencapai pemahaman dengan AS mengenai solusi atas konflik Libanon dan dengan begitu melindungi kepentingan Perancis. Dia terlihat memainkan peranannya dengan mengunjungi Libanon dan secara serius bekerja ke arah penyelesaian semacam itu.

4. Solusi seperti itu berada dalam jangkauan dan kemacetan satu-satunya adalah bahwa Inggris dan para pendukungnya tidaklah puas dengannya. Masalahnya Inggris tidak siap untuk meninggalkan Libanon dan menyerahkannya pada AS dan Perancis untuk berbagi dalam menyelesaikan persoalan diantara mereka. Sementara Inggris menjadi penonton yang bisu di luar lapangan. Tapi karena Inggris terkenal dengan kepiawaian dan kelicikan politiknya , orang-orangnya yang berada di Libanon menciptakan serangan atau semacamnya ketika penyelesaian semacam itu tampak di depan mata. Namun, hal ini tidak menghalangi kedua belah pihak, baik Perancis maupun AS dan Syria dan mereka terus melanjutkan dan kompetisi persaingan itupun menjadi berlarut larut. Manuver yang dilakukan Inggris memang mempengaruhi solusi itu secara sporadis, tapi tidak dapat memanaskan konflik hingga ketingkat yang berbahaya.

5. Situasi ini terus berlanjut dengan adanya keterlibatan AS, Perancis dan para pengikutnya dalam suatu kompetisi yang sehat dan aktivitas-aktivitas subversif yang dilakukan Inggris. Namun hal ini tidak mengganggu hubungan AS dan Perancis dan Inggris gagal untuk dapat merubah aturan main diantara para pemain kunci itu. Situasi ini terus ada hingga Presiden Perancis Sarkozy bertemu dengan Perdana Menteri Gordon Brown pada tanggal 27 Maret, 2008 untuk mendiskusikan akibat krisis perusahaan-perusahaan hipotik Amerika yang berakibat pada hutang yang amat besar bagi perbankan dan perusahaan-perusahaan keuangan di Eropa dan juga runtuhnya perusahaan-perusahaan peminjaman kredit perumahan Amerika.
Tampaknya kepiawaian Inggris telah berhasil menciptakan ketidak percayaan di hati Sarkozy pada isu akan amat besarnya kerugian yang diderita oleh perusahaan-perusahaan Eropa sebagai akibat dari krisis pinjaman kredit perumahan Amerika. Ketidak percayaan ini telah tercermin pada hubungan Perancis dengan Amerika di Libanon khususnya ketika Perancis telah mengamati bahwa Amerika menunda solusi di Libanon untuk mempersiapkan landasan agar bisa memperkuat cengkramannya dan tidak rela membiarkan potongan kue di Libanon bagi Perancis.
Sejak saat itu, kemudian diketahui bahwa hubungan Perancis-AS di Libanon tidak lagi kompetitif, melainkan sedikit bermusuhan. Aktivitas-aktivitas Inggris telah menjadi lebih tidak harmonis lagi bagi orang-orang pendukung Perancis di pemerintahan yang sebelumnya telah terhenti karena pertengkaran para pendukung Walid Jumblat …pemerintah Libanon telah mengambil langkah-langkah ini tanpa mempengaruhi kebijakan-kebijakannya. Tapi pada saat ini skenarionya berubah dan Perancis secara serius menjadi prihatin atas situasi ini.

6. Pada bulan April, 2008, isu atas jaringan komunikasi dan kamera-kamera pada airport menjadi isu yang memanas untuk menjadi hanya sekedar krisis, dan menjadi sedemikian rupa sehingga Walid Jumblat menyerukan sebuah konperensi pers mengenai isu ini termasuk isu direktur keamanan airport …

7. Pemerintah, alih-alih meladeni provokasi Jumblat sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya tanpa mempengaruhi kebijakan-kebijakannya, sekarang merespon dengan mengambil keputusan yang berkaitan dengan jaringan komunikasi airport, isu-isu kamera dan isu direktur keamanan airport. Hal ini dikarenakan kenyataan bahwa Inggris dan Perancis pada saat ini bekerja bersama-sama.

8. Ringkasnya, setelah isu jaringan komunikasi dan isu direktur keamanan meledak, Inggris membujuk Perancis untuk mendukungnya pada isu tersebut, dengan berasumsi bahwa reaksi-reaksi AS, Syria dan penentangannya tidak menjadi kenyataan karena Amerika disibukkan oleh kampanye pemilu. Dan kemudian konflik itu akan menyebabkan terjadinya scenario ‘angkatan bersenjata versus pihak oposisi …yang diikuti oleh sebuah solusi dimana Inggris, Perancis dan para kaum loyalisnya akan memastikan bahwa kepentingannya tetap aman.

9. Inggris dan Perancis ternyata salah dalam memprediksi situasi ini, AS, Syria dan pihak oposisi memiliki pegangan yang kuat baik dalam hal angka dan kesiapan, dimana penguasa yang cerdik seharusnya sadar bahwa reaksi kebalikannya adalah tidak terbatas pada kompetisi atau bahkan persaingan sederhana, tapi meledak menjadi permusuhan yang menyala-nyala. Tidak dapat dipungkiri bahwa Inggris sadar akan hal ini, tapi membiarkan isu ini untuk meledak di depan hubungan Perancis-Amerika!

10. Sekarang hal-hal ini diantisipasi untuk menghasilkan sebuah solusi, tapi tampaknya cenderung berpihak pada oposisi Amerika, Syria dan and Libanon, yang secara berlawanan mempengaruhi keseimbangan dari Eropa dan sekutu-sekutunya. Sebenarnya solusi-solusi yang baru (baik itu hanya namanya saja yang baru atau bahkan memang benar-benar solusi yang baru) mungkin muncul dari Kesepakatan Ta’if sedemikian rupa sehingga sebuah landasan Kesepakatan Ta’if yang baru muncul.

11. Karena itu, untuk mengatakan bahwa konflik ini telah memasuki sebuah babak yang baru adalah benar jika dilihat dari satu perspektif.

5 jumadil awwal 1429 H
9 Mei 2008
(Sumber :
www.khilafah.com; Senin, 19 Mei 2008)

Menolak Kenaikan BBM 2008

htilogo.jpg

بسم الله الرحمن الرحيم

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Nomor : 133/PU/E/05/08 Jakarta, 24 Mei 2008 M

PERNYATAAN
HIZBUT TAHRIR INDONESIA

MENOLAK KENAIKAN BBM 2008

Akhirnya pemerintah resmi mengumumkan kenaikan BBM, Jum’at (23/05/2008), jam 22:15 WIB, yang disampaikan oleh Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro, dengan didampingi sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu.

Karena itu, Hizbut Tahrir Indonesia dengan tegas menyatakan:

  1. Menolak keputusan pemerintah menaikkan harga BBM. Karena ini kebijakan yang dzalim dan akan semakin menyengsarakan rakyat. Sebab kenaikan itu terbukti telah memicu naiknya harga barang dan jasa, yang artinya menambah kesengsaraan rakyat yang selama krisis memang sudah semakin menderita. Dana kompensasi berupa BLT plus yang akan diberikan tidaklah bakal mencukupi untuk mengganti penderitaan rakyat banyak akibat kenaikan BBM itu.
  2. Cara yang ditempuh pemerintah bukanlah cara yang tepat. Banyak langkah yang disarankan para pakar tetapi tidak didengar. Keputusan pemerintah lebih pada upaya liberalisasi minyak dimana asing hendak menguasai sektor hilir setelah selama ini menguasai 90% sektor hulu.
  3. Menyerukan nasionalisasi sektor energi, termasuk Migas.
  4. Kenaikan BBM, kelangkaan sembako dan kesulitan hidup yang dialami oleh rakyat saat ini adalah dampak diterapkannya Kapitalisme Sekular, baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Maka, sudah saatnya, sistem Kapitalisme Sekular yang selama ini mencengkeram Indonesia dan menimbulkan kesengsaraan rakyat banyak harus segera ditinggalkan. Gantinya adalah Islam.
  5. Menyerukan kepada rakyat untuk tidak mempercayai penguasa yang zhalim.
  6. Akhirnya, Hizbut Tahrir Indonesia mengingatkan seluruh rakyat Indonesia, termasuk para pejabat dan para wakil rakyat, bahwa sesungguhnya negeri ini tidaklah akan bisa keluar dari krisis yang membelenggu dan tidak akan mampu membebaskan diri dari segala kelemahan kecuali bila di negeri ini diterapkan syariat Islam secara kaffah. Jika tidak, selamanya negeri ini akan terus didera kesulitan demi kesulitan serta tetap dikuasai oleh penguasa yang zhalim.

Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia

Muhammad Ismail Yusanto

Hp: 0811119796
Email: ismaily@telkom.net

Gedung Anakida Lt. 7
Jl. Prof. Soepomo No. 27, Jakarta Selatan - 12790
Telp / Fax : (62-21) 8312111
Website : http//:www.hizbut-tahrir.or.id

Krisis Dolar, Kenaikan Harga Minyak, Logam dan Bahan Pangan

بسم الله الرحمن الرحيم

Krisis dolar masih terus berlanjut. Dolar telah mengalami penurunan sangat menyolok. Hal itu diikuti dengan naiknya harga minyak, emas dan logam lainnya. Kemudian diikuti naiknya harga bahan-bahan pangan. Semuanya itu terjadi pada level yang belum pernah terjadi sebelumnya, dari sisi frekuensi dan intensitasnya, serta dari aspek realitanya yang meliputi sejumlah krisis…

Lalu apakah krisis tersebut merupakan dampak dari permasalahan ekonomi secara riil, ataukah tangan-tangan politis Amerikalah yang menggerakkan dan memperluasnya?

Saya mohon penjelasan tentang hal tersebut, dan semoga Allah memberi balasan kebaikan kepada Anda.

Jawab

Krisis tersebut, secara riil memiliki dimensi ekonomi. Tetapi, tangan-tangan politik telah ikut terlibat dalam meningkatkan eskalasi permasalahan, memperluas cakupannya dan menjadikan krisis tersebut sampai pada taraf seperti yang kita saksikan sekarang ini.

Agar gambarannya benar-benar jelas, maka kami akan menjelaskan bagaimana krisis tersebut muncul dan bagaimana permainan politik telah ikut terlibat di dalamnya. Kemudian kami jelaskan bagaimana semuanya itu mengakibatkan kenaikan harga minyak, emas, dan logam lainnya, kemudian bagaimana munculnya krisis bahan pangan.

Pertama, secara riil, krisis ekonomi Amerika memang berpengaruh terhadap efektivitas dan kekuatan dolar. Kemudian berdampak pada turunnya nilai tukar dolar yang sangat tajam. Krisis tersebut terjadi karena faktor-faktor sebagai berikut:

Defisit Perdagangan Amerika

Amerika mengimpor barang dan jasa lebih banyak daripada yang diekspor. Selera konsumen Amerika memang terbuka untuk impor. Misalnya, pada tahun 2003, Amerika telah mengimpor barang dan jasa dengan nilai 1652 miliar dolar. Sementara ekspornya sekitar 1203 miliar dolar. Dengan kata lain, Amerika mengalami defisit perdagangan tahun 2003 sebesar 449 miliar dolar. Defisit ini terus meningkat hingga mencapai 816 milir dolar. Selisih antara impor dan ekspor tersebut mencerminkan uang yang dicetak (dolar dan obligasi Pemerintah Amerika). Kondisi ini, secara rill, tentu telah menyebabkan turunnya nilai dolar, meski tidak diumumkan secara resmi.

Amerika belum pernah mengalami defisit perdagangan seperti ini sebelumnya. Sebaliknya, Amerika terus mengalami surplus perdagangan selama beberapa dekade, khususnya pasca Perang Dunia II. Kemudian suprlus tersebut mulai menurun… Terlebih karena persaingan dengan negara-negara Eropa dan Asia yang menghasilkan komoditi dengan harga yang lebih murah. Ini mengakibatkan meningkatnya impor konsumen Amerika terhadap barang dan jasa dari negara-negara tersebut. Fenomena ini ditambah dengan besarnya belanja militer untuk membiayai perang Vietnam. Kondisi ini menyebabkan naiknya tagihan pembayaran. Berikutnya, pada tahun 1971, Amerika terpaksa menghapus back up dolar dengan emas. Ini adalah krisis pertama. Pada dekade delapan puluhan, pada saat perdagangan dunia mengalami pertumbuhan dan pabrik-pabrik berpindah dari Amerika ke negara-negara yang memiliki buruh murah, kelemahan perekonomian Amerika semakin tampak. Begitu pula meningkatnya impor Amerika dari negara-negara produsen barang murah seperti Meksiko, Cina, dan Malaysia tampak jelas meningkat. Ini sudah pasti menyebabkan defisit perdagangan Amerika semakin lebar.

Demikianlah, defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran, keduanya telah menciptakan keraguan dan ketidakpercayaan para investor terhadap perekonomian Amerika. Dikemudian hari hal itu menyebabkan terpuruknya nilai dolar.

Utang

Statistik Departemen Keuangan Amerika menunjukkan adanya peningkatan utang pemerintah (federal dan negara bagian) dari 4,3 triliun dolar pada tahun 1990 menjadi 8,4 triliun dolar pada tahun 2003, dan 8,9 triliun dolar pada tahun 2007. Total utang tersebut telah mencapai 64% dari total GDP. Dengan begitu, Amerika bisa diklasifikasikan sebagai negara yang mengalami jeratan utang. Beban besarnya utang Amerika tidak terbatas pada utang pemerintah, tetapi juga meliputi individu dan perusahaan. Utang individu akhir-akhir ini telah mencapai nilai 6,6 triliun dolar. Sedangkan utang perusahaan swasta menempati urutan teratas dengan total 18,4 triliun dolar. Dengan begitu, total utang Amerika sekitar 34 triliun dolar. Artinya utang Amerika telah tiga kali lipat dari total GDP-nya. Padahal, utang itu sendiri sejatinya merupakan krisis ekonomi yang berbahaya.

Kenaikan Euro

Sementara itu, sejak pertama kali Euro dicetak, Euro telah menjadi cadangan devisa internasional kedua setelah dolar. Euro telah mewarisi posisi tersebut dari Mark Jerman. Bahkan posisinya meningkat. Itu jika dibandingkan dengan dolar. Begitulah, kepercayaan kepada Euro akhirnya semakin meningkat, dan sebaliknya kepercayaan terhadap dolar justru semakin menurun. Semuanya itu berpengaruh pada permintaan terhadap dolar sehingga nilainya menurun. Karena berkurangnya nilai dolar, maka tidak sedikit dari investor yang terdorong untuk menggunakan Euro dalam investasi mereka, menggantikan posisi dolar.

Sebagai tambahan dari semuanya tadi, Amerika juga mengalami persoalan ekonomi yang lain. Yaitu meningkatnya inflasi yang mencapai 4%, pengangguran berada pada angka 5%, perindustrian mengalami penurunan, terjadi kemiskinan dan buruknya pelayanan pendidikan…

Semua faktor-faktor di atas menyebabkan turunnya nilai dolar.

Turunnya nilai dolar tersebut telah mendorong sebagian bank sentral menurunkan cadangannya dalam bentuk dolar.

Paul Michael, seorang ahli strategi mata uang di bank HSBC mengatakan, ”Bank sentral sejak beberapa waktu yang lalu telah mengetahui, bahwa ia tidak ingin menambah pemborosan karena dolar yang dimiliki. Total kekayaan bank sentral di seluruh dunia dalam bentuk dolar telah mengalami penurunan dari 73% menjadi 64%”.

Inilah yang menjadi faktor sesungguhnya terjadinya krisis dolar.

Kedua, setelah itu, tangan-tangan politik Amerika ikut terlibat dalam memobilisasi krisis demi kepentingannya. Juga untuk menyebarkan krisis dari krisis nasional Amerika menjadi krisis internasional… Hal itu bisa terjadi dengan jalan sebagai berikut:

1. Penurunan nilai mata uang negara eksportir akan mengakibatkan meningkatnya ekspor negara tersebut, karena harga-harga komoditinya secara relatif menjadi lebih murah, di mana importir akan membayar nilai uang yang lebih kecil (untuk mengimpor jumlah yang sama); dengan asumsi, harga-harga komoditi dengan mata uang negara itu menjadi lebih kecil akibat turunnya nilai mata uangnya. Misalnya, jika sebelumnya importir akan membayar harga komoditi yang diimpornya sebesar 1000 dolar, dan itu setara dengan 1000 Euro; maka jika dolar turun 10%, importir tersebut hanya akan membayar 900 Euro, untuk nilai komoditi sebesar 1000 dolar. Karena itu, para pedagang akan bersedia mengimpor komoditi negara tersebut, karena turunnya nilai mata uangnya.

Hanya saja, kondisi tersebut masih relatif bagus, jika turunnya nilai mata uang tidak lebih dari 5%, dan masih bisa diterima hingga 10%. Tetapi, jika penurunan nilai mata uangnya lebih dari itu, justru akan menciptakan beban terhadap industri produsen, karena faktor inflasi akibat terjadinya devaluasi. Yaitu, naiknya harga-harga komoditi di dalam negeri negara tersebut akibat devaluasi mata uangnya, di mana daya beli terhadap komoditi tersebut juga ikut merosot. Akibat dari inflasi ini, beban terhadap industri semakin meningkat hingga harga komoditi yang diekspor pun akan ikut naik. Dengan kata lain, harga komoditi tersebut tidak lagi 1000 dolar, tetapi lebih dari itu. Begitulah, jika turunnya nilai mata uang tersebut lebih dari batas rasional, maka ia akan menyebabkan bertambahnya biaya produksi sehingga menyebabkan naiknya harga komoditi. Selanjutnya, jumlah ekspor akan menurun, karena faktor inflasi, akibat dari devaluasi tersebut. Dalam konteks Amerika, turunnya nilai dolar telah melebihi batas rasional. Sebagai contoh, Euro nilai tukarnya menjadi 1,6 dolar terhadap dolar. Padahal pada tahun 2000 lalu, 1 Euro nilainya 0,8 dolar Amerika. Dengan kata lain, turunnya nilai dolar tersebut telah melampaui batas tertinggi secara ekonomi lebih dari lima kali lipat…

Karenanya, akibat devaluasi tersebut, ekspor Amerika hanya mengalami pertambahan yang sangat kecil. Dengan kata lain, defisit perdagangan, meski sedikit berkurang, tetapi masih tetap terjadi.

Meski begitu, Amerika ternyata tidak mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki defisit tersebut. Amerika juga tidak mengeluarkan sebagian dari cadangan minyaknya untuk digunakan; dengan tujuan untuk menurunkan harga energi, terkait dengan industri-industri, sehingga biaya produksinya menurun dan ekspornya meningkat. Sebaliknya, pemerintahan Bush justru menolak mengeluarkan sebagian cadangan minyak sebagai instrumen untuk menurunkan harga energi yang melonjak. Dengan kata lain, pemerintahan Bush sebenarnya tidak pernah menyelesaikan masalah defisit perdagangan yang ada secara ekonomi.

Begitu juga pemerintahan Bush tidak menyelesaikan masalah utangnya. Sebaliknya, justru menambah utang, karena kelanjutan invasinya atas Afghanistan dan Irak yang telah menelan biaya lebih dari 2 triliun dolar Amerika. Begitu pula pemerintahan Bush memberikan utang kepada para Kapitalis kaya Amerika sekitar 1 triliun dolar melalui pemotongan pajak dari mereka. Kebijakan tersebut dilakukan karena motif politik untuk kepentingan pemilu… Ini menyebabkan utang Amerika tetap seperti semula, bahkan semakin bertambah.

Demikianlah, Amerika tetap mengalami devaluasi dolar dan tidak mengambil langkah-langkah ekonomi untuk memperbaikinya. Devaluasi tersebut kemudian dijadikan instrumen politis untuk memeras negara-negara yang memiliki cadangan devisa yang besar dalam bentuk dolar… Contohnya, Cina yang memiliki cadangan devisa dalam bentuk dolar sekitar 100 miliar dolar Amerika. Langkah tersebut menyebabkan Cina mengalami kerugian sangat besar akibat devaluasi dolar. Berikutnya India, negara-negara Eropa dan negara-negara penghasil minyak… Realitas tersebut memaksa negara-negara tadi berupaya menopang dolar dengan menyesuaikan nilai sebagian mata uangnya dan membeli dolar, sehingga terjadi peningkatkan permintaan atas dolar. Maka devaluasi dolar pun berkurang sedikit….

2. Setelah itu, berikut ini adalah langkah-langkah politik Amerika untuk menghadapi rontoknya saham-saham perusahaan jaminan properti. Melalui langkah-langkah tersebut, Amerika bisa menyebarkan krisis, dari krisis Amerika menjadi krisis dunia.

Pemerintah Amerika memberikan utang dengan bunga rendah kepada perusahaan-perusahaan properti, khususnya perusahaan jaminan properti yang menjual perumahan dengan mengagunkannya hingga angsuran harga jualnya lunas. Karena itu, likuiditas yang dimiliki perusahaan-perusahaan tersebut akhirnya meningkat dengan jumlah yang besar. Ini kemudian mendorong perusahaan untuk mempermudah syarat-syarat penjualan perumahan… dan dengan harga murah, bahkan rendah. Karena likuiditas keuangan yang dialami oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di bisnis perumahan dan agunan properti tersebut meningkat, sebagai dampak dari utang dengan bunga rendah yang diberikan oleh negara… Maka, masyarakat di Amerika pun antusias untuk membeli properti… Di depan mereka terbentang jalan yang luas untuk membayar uang mukanya dari utang lunak yang mereka ambil dari bank-bank Amerika yang memberikan utang kepada para pemilik properti dengan bunga yang sesuai. Bahkan, bank-bank Amerika tersebut telah memberikan utang untuk properti yang menutupi seluruh harga properti (rumah) yang diagunkan. Kebijakan ini tidak seperti yang dilakukan bank-bank Eropa yang memberikan utang pada batas 60% dari harga properti yang diagunkan. Semuanya itu bisa dilakukan, karena negara memberikan utang kepada perusahaan-perusahaan dan bank-bank dengan bunga rendah, sesuatu yang menyebabkan stok properti melimpah.

Akibat politik globalisasi dan keterbukaan perusahaan-perusahaan satu dengan yang lain, setiap kali ada booming dan keuntungan, maka perusahaan-perusahaan multinasional, bank-bank swasta, dan bank-bank sentral, bahkan individu antusias membeli saham-saham perusahaan agunan properti Amerika dalam rangka memperoleh profit. Nilai properti dan berikutnya nilai saham perusahaan properti yang listing di bursa pun terus mengalami kenaikan di seluruh bagian dunia, khususnya di Amerika. Bahkan pada saat itu, membeli properti menjadi jenis investasi favorit. Pada saat yang sama, kegiatan bisnis lainnya termasuk dalam bidang teknologi modern justru terancam mengalami kerugian. Fenomena ini seperti yang pernah terjadi sebelumnya ketika terdapat antusiasme luar biasa untuk berinvestasi di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi. Masyarakat Amerika, baik individu maupun perusahaan antusias membeli properti dengan tujuan dijadikan tempat tinggal atau untuk investasi jangka panjang atau sekadar spekulasi. Kemudahan properti itu meluas sampai pada tingkat, di mana bank-bank memberikan kredit hingga kepada individu-individu yang tidak mampu untuk membayar cicilan utang kredit mereka, karena pendapatan mereka yang rendah.

Fenomena ini terus berlanjut, nyaris tanpa ada masalah, hingga tahun lalu, khususnya ketika beban utang terhadap negara semakin meningkat. Amerika pun berhenti memberikan utang mudah kepada perusahaan-perusahaan agunan properti dan bank-bank. Sebaliknya pemerintah Amerika malah meminta perusahaan-perusahaan dan bank-bank tersebut membayar utang yang telah mereka ambil saat jatuh tempo… Konsekuensinya, perusahaan-perusahaan kredit properti dan bank-bank tersebut juga meminta para pemilik properti untuk membayar utang mereka. Karena pengangguran, inflasi, dan kondisi perekonomian yang buruk terjadi di Amerika, maka para pemilik properti itu tidak sanggup membayar harga beli properti mereka. Mereka juga tidak mampu membayar cicilan utang yang telah mereka ambil dari bank-bank… Nilai properti pun menurun drastis dan individu-individu tidak bisa lagi dinilai mampu membayar utang mereka, bahkan meski properti yang mereka agunkan pun dijual. Seperti yang diberitakan oleh media, rumah yang sebelumnya seharga 0,5 juta dolar, nilainya menjadi 200 ribu dolar, tetapi tetap tidak ada orang yang membelinya. Sekitar 2 juta orang Amerika telah kehilangan pemilikan mereka atas properti dan terlilit kewajiban finansial sepanjang hayat mereka. Akibat masalah yang dialami oleh bank-bank kreditor karena ketidakmampuan para debitor membayar kredit mereka, maka nilai saham bank-bank tersebut di bursa turun drastis. Perusahaan-perusahaan properti menderita kerugian besar yang mencapai 2 miliar dolar. Sejumlah perusahaan properti bahkan mengumumkan pailit.

Konsekuensi berikutnya, banyak utang yang lenyap dan tidak mungkin ditarik kembali.

Gambaran besarnya kerugian bank-bank besar yang belakangan mengalami kegoncangan dahsyat pada sektor properti Amerika diisyaratkan oleh majalah Market, sebuah jurnal, yang dikeluarkan oleh Kamar Dagang dan Industri Arab Jerman di Berlin untuk bank City Group Amerika. Jurnal ini awal tahun lalu mengungkap kerugian bank City Group Amerika pada kuartal terakhir tahun lalu mencapai 9,83 miliar dolar (ketika itu senilai 6,6 miliar Euro). Kerugian bank yang sama terus mengalami peningkatan di sektor properti hingga sekarang sampai lebih dari 18,1 miliar dolar.

Perkembangan negatif yang sama juga menimpa bank Meryland Amerika. Bank tersebut mengumumkan pemotongan 14,1 miliar dolar asetnya. Ini artinya, bahwa kerugian bank tersebut pada kuartal terakhir tahun 2007 mencapai 9,8 miliar dolar. Jumlah tersebut merupakan kerugian terbesar sepanjang sejarahnya.

Masalah yang sama juga menimpa bank besar UBS Swiss yang mendapatkan miliaran dolar dari GIC Singapura untuk menghindari kebangkrutan.

Begitulah, saham-saham perusahaan properti rontok di lantai bursa. Dan berikutnya saham-saham perusahaan dan bank-bank harganya turun drastis di bursa banyak negara. Ini karena memiliki hubungan dengan investasi atau saham perusahaan properti Amerika, atau berhubungan dengan aktivitas langsung di sektor properti Amerika. Sampai-sampai tekanan tersebut juga menimpa sektor-sektor yang tidak bergerak di bidang bisnis properti. Karena globalisasi dan saling terkaitnya kegiatan perekonomian, maka kondisi tersebut berpengaruh terhadap sektor-sektor lain, di luar properti.

Nilai saham-saham di Wall Street mengalami penurunan. Sehingga indeks nilai gabungan turun 7,1 % di Frankfurt; 6,8 % di Paris; 5,4 % di London; 7,5 % di Madrid; 3,8% di Tokyo; 5,1 % di Shanghai; 6 % di Sao Paolo; 9,8 % di Riyadh; 9,4 % di Dubai; 3 % di Beirut dan 4,2 % di Kairo.

Karena besarnya kerugian dan banyaknya utang yang hilang, presiden Perancis Nikolai Sarkozi dan PM Inggris Gordon Brown dalam pertemuan keduanya pada 27 Maret 2008 memutuskan untuk mendorong bank-bank tersebut agar mengungkapkan secara menyeluruh dan segera atas utang-utang yang menguap di masing-masing. Brown pada Januari 2008 mengatakan, bahwa Inggris akan menghadapi ujian berat bersama perekonomian dunia dalam kondisi yang sulit dan kritis disebabkan krisis kredit akibat krisis agunan properti Amerika. Pernyataan Brown itu datang setelah Northern Rock —lembaga perbankan kelima terbesar Inggris dalam sektor kredit yang berkaitan dengan agunan properti— terancam bahaya besar disebabkan berantainya krisis agunan properti di Amerika Serikat.

Demikianlah, Amerika telah berhasil menyebarkan krisis perusahaan agunan properti dari krisis domestik Amerika menjadi krisis dunia sampai pada taraf, di mana bank-bank sentral Eropa menyuntikkan lebih dari 150 miliar dolar pada tahun lalu untuk menopang perusahaan-perusahaan agunan properti supaya tidak mengalami kebangkrutan. Juga agar bursa-bursa di dunia, termasuk Eropa tidak ambruk karena ekspansi perusahaan-perusahaan internasional di setiap negara dan persaingan antar perusahaan tersebut, akibat dari sistem globalisasi. Dengan cara ini, Amerika telah berhasil memeras Eropa dan tetap bisa menopang perusahaan-perusahaannya, yaitu perusahaan-perusahaan agunan properti Amerika.

Ringkasnya, untuk krisis perekonomian Amerika, memang ada sisi ekonomi dan politiknya. Amerika jelas mengalami krisis ekonomi secara riil, yang menyebabkan turunnya nilai dolar. Lalu Amerika melakukan manuver (konspirasi) politik untuk menyeret seluruh dunia agar ikut merasakan krisis yang dialaminya. Jika tidak, seluruh dunia akan ikut tenggelam bersamanya. Terlebih setelah tersebarnya globalisasi dan terbukanya pasar satu negara terhadap negara lain di bawah apa yang disebut sebagai perekonomian pasar, ekspansi perusahaan-perusahaan ke seluruh dunia dan saling terkaitnya satu negara dengan negara lain. Akhirnya, mayoritas negara di dunia saling membuka pasarnya di antara mereka, sebagian terhadap sebagian yang lain.

Demikianlah, Amerika memanfaatkan penurunan nilai dolar yang disebabkan krisis perekonomiannya untuk menurunkan defisit perdagangannya dan untuk melakukan pemerasan politis, khususnya terhadap negara-negara yang memiliki cadangan devisa dalam jumlah besar dalam bentuk dolar. Begitu pula Amerika mampu menyebarkan krisis perusahaan-perusahaan agunan propertinya menjadi krisis dunia. Jadi, sebenarnya Amerika tidak jauh dari krisis yang terjadi.

Meski demikian, semua aktivitas politik Amerika itu tidak akan pernah bisa mengembalikan perekonomian Amerika ke taraf kemakmuran. Semuanya itu hanya akan menunda keambrukannya. Seandainya bukan karena politik globalisasi, pasar bebas, dan sistem ekonomi Kapitalisme yang menguasai perekonomian dunia… dan seandainya juga bukan karena negara-negara di dunia tetap menggunakan dolar sebagai cadangan devisanya, juga seandainya bukan karena semua itu, niscaya perekonomian Amerika tidak akan bisa lagi berdiri di atas kedua kakinya hingga sekarang.

Ketiga, adapun sebab naiknya harga-harga hasil tambang, baik minyak, emas, besi dan lain-lain… sesungguhnya setelah ambruknya perusahaan-perusahaan agunan properti, menurunnya pasar saham dan surat berharga, serta menurunnya indeks bursa, maka kepercayaan para investor terhadap sarana-sarana investasi yang tidak memiliki nilai instrinsik semakin kecil. Yang tidak mengandung nilai intrinsik, misalnya, seperti surat berharga dan saham bursa. Maka para investor itu beralih kepada sarana-sarana investasi yang memiliki nilai intrinsik seperti emas dan hasil tambang lainnya. Faktor inilah yang menyebabkan terjadinya kenaikan permintaan atas emas, sehingga harganya melonjak luar biasa. Sampai harga emas mencapai 1000 dolar, dan diperkirakan akan terus naik sampai sekitar 1500 dolar atau lebih sesuai dengan kondisi-kondisi yang terjadi…

Pihak yang paling menderita akibat kenaikan harga emas adalah Amerika Serikat. Karena, jika kenaikan harga emas ini terus berlanjut, Amerika akan mengembalikan nilai dolar kepada nilai yang tidak lebih dari (harga) kertas dan (ongkos) pencetakannya. Untuk itu, ada kemungkinan besar Amerika, dalam jangka waktu tidak lama lagi, akan mengontrol harga–harga emas. Isyarat ke arah itu sudah mulai tampak. Karena Dana Moneter Internasional (IMF) telah mengambil keputusan untuk menjual 403 ton emas akibat defisit neraca anggaran. Hanya saja, IMF mengumumkan akan melakukan penjualannya dalam jangka panjang ke depan. Pengumuman itu sendiri merupakan spekulasi yang biasanya akan berpengaruh terhadap penurunan harga emas. Di sana ada kemungkinan berlangsungnya penjualan emas kepada bank-bank sentral. Sesuatu yang kadang kala menyebabkan bank-bank sentral menaikkan suku bunga dan menyebabkan naiknya nilai kurs. Yang terbaru pernyataan IMF pada 9 April 2008, bahwa krisis finansial akan menciptakan beban triliunan dolar, adalah lebih dari sekadar penjelasan realitas secara adil dan jujur. Pernyataan itu tidak lain adalah spekulasi untuk merubah arah jalannya perekonomian dan finansial. Sebagaimana dalam komentar yang dikeluarkan oleh Daily Telegrap Inggris, bahwa IMF adalah alamat terakhir yang mungkin ditempuh untuk keluar dari krisis keuangan yang ada. Karena itu, pernyataan tadi sebenarnya merupakan proses untuk menghadirkan kondisi tersebut.

Begitulah, anjloknya nilai dolar dan krisis hilangnya kepercayaan para investor di pasar aset Amerika telah mendorong sejumlah investor untuk tidak berinvestasi di pasar uang kertas. Hipotesis riil untuk itu menyatakan, bahwa uang kertas saat ini tidak disandarkan secara sempurna kepada aset riil. Dengan kata lain, fakta itu dan dalam kondisi seperti sekarang ini, sebenarnya krisis kepercayaan akan secara cepat menyebar ke berbagai mata uang yang ada. Beranjak dari sebab inilah, maka beberapa bank sentral seperti bank sentral China mulai membeli emas. Ini menyebabkan naiknya harga emas sampai tingkat tertinggi. Ini juga menyebabkan naiknya harga hasil-hasil tambang seperti perak dan platinum. Sebagaimana meningkatnya permintaan India dan China atas tembaga, zink, aluminium dan nikel telah menyebabkan kenaikan harga logam-logam itu. Terjadinya peningkatan permintaan atas beberapa jenis logam itu oleh India dan Cina disebabkan pertumbuhan ekonomi kedua negara tersebut yang sangat cepat. Permintaan atas hasil-hasil tambang dari Cina akan terus berlanjut selama 12 tahun, dan dari India selama 4 tahun ke depan. Cina telah membelanjakan 1 triliun dolar untuk pembangunan infrastruktur dan masih akan membelanjakan 50 miliar dolar tambahan setiap tahun selama lima belas tahun ke depan. India telah memulai kembali pembangunan infrastruktur sejak enam tahun lalu. Pada awal investasinya, memang masih kecil. Tetapi total investasinya selama empat tahun terakhir mencapai 50 miliar dolar. India telah menyusun rencana investasi antara 30–40 miliar dolar per tahun selama sepuluh tahun ke depan. Hanya saja, hasil tambang yang ada tidak mencukupi untuk menutup semua keperluan rencana tersebut. Ditambah lagi naiknya harga minyak telah meningkatkan biaya produksi, dan berikutnya menyebabkan kenaikan harga komoditi secara umum.

Kenaikan harga minyak sebenarnya bisa dikembalikan pada masalah terpuruknya nilai dolar. Meningkatnya daya beli minyak dari negara-negara seperti UniEropa, Cina, dan India untuk memenuhi meningkatnya permintaan sebenarnya untuk menutupi kebutuhan negara-negara itu sendiri. Namun, ada faktor penting yang menyebabkan naiknya harga minyak, yaitu spekulan. Spekulasi Amerika terhadap minyak telah menyebabkan naiknya harga minyak. Ini maksudnya supaya Amerika bisa mengumpulkan dolar yang ada di pasar dari pihak-pihak yang membeli minyak. Sehingga Amerika bisa menghindari keterpurukan mata uangnya. Inilah penyebab tidak stabilnya informasi tentang jumlah cadangan minyak Amerika.

Spekulasi mempunyai peran dalam kenaikan harga. Sebagai contoh, spekulasi pada dekade yang akan datang pada komoditi minyak akan semakin meningkat. Demikian pula spekulasi pada harga hasil-hasil tambang, utamanya emas. Kenaikan harga emas semakin cepat akibat antusiasme negara-negara, seperti Cina, Rusia dan beberapa negara Asia untuk membeli emas guna melepaskan diri dari banyaknya jumlah dolar yang dimilikinya. Negara-negara yang ada tidak lagi percaya kepada dolar. Penurunan nilai dolar telah menyebabkan kerugian besar bagi negara-negara tersebut. Demikian juga antusiasme Cina untuk membeli besi dan hasil-hasil tambang yang diperlukan dalam industri telah meningkatkan harga-harga besi dan bahan tambang lainnya. Di sini, Jerman misalnya, mempunyai penerimaan besar dari besi baja, dan harganya meningkat, bahkan berlipat ganda karena banyak dari besi bajanya telah diekspor ke Cina.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa setiap terjadi penurunan nilai dolar, harga minyak akan naik dalam hubungan kebalikan, yang sudah diketahui sejak lama. Inilah fakta yang terjadi sekarang ini. Pada 17 April 2008 tercatat, bahwa harga minyak kualitas sedang sebesar 115 dolar per barel. Dan terus mengalami kenaikan hingga hari ini 5 Mei 2008, yaitu mencapai 120 dolar.

Begitulah, harga minyak telah mengalami kenaikan hampir empat kali lipat dari harganya pada tahun 2002. Karena permintaan bertambah, khususnya Cina dan semua negara yang perekonomiannya tumbuh pesat. Perkiraan yang ada mengisyaratkan, bahwa harga minyak akan menembus 130 dolar per barel pada akhir bulan Desember yang akan datang.

Keempat, adapun krisis pangan dunia, maka sesungguhnya di tengah kritisnya krisis perekonomian dunia dan yang disebabkan oleh krisis agunan properti Amerika, maka di tengah semua itu, dan juga disebabkan oleh krisis lain yang lebih berbahaya, kini tengah mengancam keamanan pangan dunia. Di berbagai belahan dunia, harga-harga bahan pangan mengamali lonjakan mulai dari roti hingga susu.

Krisis pangan dunia ini sebenarnya terjadi belakangan setelah terjadinya kenaikan harga-harga gandum, shorghum, beras dan bahan-bahan makanan pokok pada tahun-tahun terakhir dan melambung secara fluktuatif pada beberapa bulan terakhir.

Pada 6 Desember 2007 majalah The Economist Inggris mempublikasikan laporan. Di dalamnya dinyatakan, bahwa harga biji-bijian telah mengalami kenaikan yang belum terjadi sebelumnya sejak The Economist membuat indeks harga bahan pangan pada tahun 1945. Menurut The Economist, kenaikan tersebut telah mencapai 75 %. Sedangkan bursa Chicago Board of Commerce yang mencerminkan standar utama dalam hal yang berkaitan dengan harga biji-bijian di dunia menyebutkan, bahwa harga gandum telah mengalami kenaikan 90 %, kedelai 80 % dan shorghum 20 %. Harga-harga ini terus mengalami kenaikan sejak saat itu hingga sekarang.

Sedangkan naiknya harga, yang diikuti dengan krisis pangan sebenarnya sebab utamanya adalah sebagai berikut:

1. Naiknya harga minyak dan turunnya nilai dolar

Naiknya harga minyak menyebabkan naiknya harga-harga bahan yang diperlukan dalam pertanian, semisal benih, pupuk, obatan-obatan, peralatan dan transportasi. Kenaikan biaya produksi dan transportasi telah berpengaruh terhadap naiknya harga bahan-bahan pangan terutama gandum, beras, dan shorghum. Contohnya, harga beras di Philipina telah mengalami kenaikan 70 % selama setahun lalu.

Ini dari satu sisi. Dari sisi lain, harga-harga bahan pangan biasanya ditentukan dengan menggunakan dolar. Maka, ketika nilai dolar turun, otomatis harga bahan pangan naik.

Grachiano mengatakan: ”Hilangnya kepercayaan terhadap dolar membuat para pemilik modal mencari keuntungan yang lebih tinggi pada komoditi bahan mentah… Pertama-tama pada komoditi hasil tambang kemudian bahan pangan”. Sejumlah spekulan pada lima tahun terakhir mengalihkan harta mereka ke pasar komoditi bahan mentah untuk mencari keuntungan yang lebih tinggi daripada keuntungan yang bisa mereka peroleh dari pasar saham dan surat berharga.

2. Kondisi-kondisi klimatologi

Kondisi-kondisi klimatologi yang berpengaruh terhadap turunnya produksi hasil pertanian, seperti banjir, topan dan kekeringan. Misalnya, Australia, salah satu penghasil terbanyak biji-bijian, menghadapi kondisi kekeringan yang paling buruk sepanjang sejarahnya… Kondisi-kondisi klimatologi ini pada tahun-tahun terakhir diiringi lompatan perekonomian di beberapa negara seperti Cina, India, dan Brazil yang menyebabkan meningkatnya konsumsi daging.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa untuk memproduksi sepotong daging yang mengandung 100 kalori, ternak penghasil daging harus diberi pakan berupa biji-bijian sebanyak 700 kalori. Dari 2,13 miliar ton biji-bijian, menurut statistik FAO hanya 1,01 miliar ton saja yang digunakan untuk makanan manusia. Dengan begitu pemeliharaan ternak menambah naiknya harga dunia.

3. Produksi biofuel dari biji-bijian.

Jan Zigler, reporter khusus PBB untuk urusan makanan, dalam pernyataannya kepada sebuah radio Jerman, menilai bahwa produksi besar-besaran biofuel pada saat ini bisa dianggap sebagai ”kejahatan terhadap kemanusiaan”. Ini disebabkan oleh pengaruhnya terhadap naiknya harga bahan pangan di dunia.

Biofuel menggunakan bahan dasar produk-produk pertanian. Pada tahun-tahun terakhir, banyak negara industri memanfaatkan lahan pertanian untuk memproduksi biofuel untuk menurunkan ketergantungan kepada minyak, yang harganya melonjak sampai angka yang tidak rasional. Ini menyebabkan bertambahnya permintaan terhadap biofuel, kemudian menyebabkan naiknya harga biji-bijian.

Di negara seperti Amerika dan Brazil, banyak lahan pertanian yang diubah menjadi areal tanam shorghum dan kedelai untuk produksi etanol. Sejak tahun 2001 jumlah shorghum yang digunakan untuk memproduksi etanol meningkat 300 %. Begitu juga Amerika berencana memproduksi etanol sebanyak 35 miliar galon (setara 133 miliar liter) pada awal 2017. Kongress Amerika di dalam dokumen energi tahun 2005 telah memutuskan untuk menambah produksi etanol yang diproduksi dari shorghum dari 4 miliar galon pada tahun 2006 menjadi 7,5 miliar galon pada tahun 2012.

Pada Maret 2007, Presiden AS George Bush bertemu dengan rekannya dari Brazil, Luiz Enisa Lula Silva untuk menandatangani perjanjian bilateral, yaitu Perjanjian Etanol bagi kerjasama di antara kedua negara untuk melakukan penelitian dan pengembangan generasi baru produksi biofuel, juga untuk membentuk persatuan dagang biofuel, khususnya di negara-negara Asia Tengah. Kesepakatan Perjanjian Etanol kedua kepala negara itu menjadi awal pertumbuhan yang nyata penanaman biji-bijian untuk dimanfaatkan dalam produksi biofuel. Gula tebu, kelapa sawit dan kedelai yang khusus untuk produksi biofuel telah menghabiskan lahan belukar dan hutan di Brazil, Argentina, Kolombia, Ekuador dan Uruguay. Areal tanam kedelai di Brazil telah menghabiskan 21 juta hektar lahan hutan dan 14 juta hektar di Argentina. Tidak tampak, bahwa fenomena ini akan menurun selama harga biji-bijian terus naik. Sebanyak 100 juta ton biji-bijian dari total 2,13 miliar ton akan digunakan dalam memproduksi biofuel pada tahun 2008. Dengan kata lain, ratusan juta ton biji-bijian ini akan digunakan untuk memberi makan mobil.

4. Kegagalan Pemerintah dan Politik

Tentang produksi gandum yang merupakan produk strategis, Uni Eropa memproduksi 122 juta ton, Cina 106 juta ton, India 75 juta ton, Amerika Serikat 56 juta ton, dan Rusia memproduksi 48 juta ton. Amerika Serikat mengekspor 32 juta ton, Kanada 15 juta ton, Uni Eropa 10 juta ton dan Argentina 10 juta ton.

Sedangkan negara-negara Arab, seluruhnya kecuali Suria, mengimpor gandum. Mesir, negeri sungai Nil, merupakan pengimpor gandum terbanyak di dunia. Mesir mengimpor 7 juta ton gandum. Aljazair negeri gunung Atlas dengan pertaniannya yang dahulu pernah kesohor sebagai produsen gandum pada masa penjajahan Perancis, ternyata mengimpor 5 juta ton gandum. Irak negeri sungai Eufrat dan Tigris mengimpor 3 juta ton, Maroko 3 juta ton, Yaman mendekati 3 juta ton, Tunisia satu juta ton dan Yordania 500 ribu ton.

Di tengah menurunnya nilai dolar dan naiknya harga minyak, maka biaya impor gandum akan naik drastis. Ini akan membebani neraca negara-negara tersebut dengan beban yang amat besar untuk mengimpor gandum, sampai seandainya negara-negara itu memperoleh gandum dan biji-bijian dengan harga khusus sekalipun.

Ini bisa terjadi, meski negara-negara tersebut memiliki sumber air dan tanah yang subur! Bukankah sesuatu yang mengherankan, negeri Nil, dua sungai (Eufrat dan Tigris) dan gunung Atlas justru termasuk negara pengimpor gandum terbesar di dunia!

Bisa jadi rekomendasi terakhir yang ada dalam laporan Bank Dunia tentang sumber-sumber air di Timur Tengah dan Afrika Utara, sebenarnya menjelaskan bagaimana politik yang keji tengah didesain untuk negara-negara Arab! Laporan tersebut menyimpulkan, bahwa untuk penyediaan air wajib diadopsi politik pertanian yang meminimalkan penggunaan air. Laporan ini merekomendasikan penanaman tomat dan semangka… Sebaliknya tidak menanam gandum! Tentu saja rekomendasi Bank Dunia yang dikatakan oleh Pir Franchesco Mantovani, ahli air di Bank Dunia, tidak ada kaitannya dengan prosedur teknik yang ditetapkan oleh para insinyur, tetapi berkaitan dengan reformasi politik yang mendalam!

Perlu diketahui, bahwa sebenarnya banyak negara yang memiliki potensi menanam gandum. Tetapi, politik penjajah yang diadopsi IMF menghalangi produksi gandum tersebut. Karena, IMF mendorong negara-negara yang mengikuti politiknya untuk menanam tembakau dan kapas, sementara IMF memberikan utang dan berbagai bantuan untuk menanamnya. Pada saat yang sama, utang dan bantuan itu dihalangi untuk penanaman gandum. Ini untuk mensuplay industri barat dengan dua komoditi tersebut.

Sesungguhnya negeri-negeri kaum Muslim telah dikaruniai Allah tanah-tanah yang subur dan air yang berlimpah. Semua itu, jika dimanfaatkan dengan baik akan menjadikan kaum Muslim berada dalam kemakmuran hidup. Tetapi itu memerlukan sistem yang baik yang berasal dari Zat yang Maha Bijaksana, lagi Maha Mengetahui. Sistem itu adalah sistem Islam, yaitu Khilafah Rasyidah, yang akan memenuhi bumi dengan keadilan dan kebaikan. Mudah-mudahan itu segera terwujud dalam waktu dekat atas seizin Allah.

Jumadil Ula 1429 H
5 Mei 2008


http://www.hizbut-tahrir.or.id/2008/05/24/

krisis-dolar-kenaikan-harga-minyak-logam-dan-bahan-pangan/

Israel Miliki 150 Senjata Nuklir

_44690574_carter_226i.jpgCarter menyebut perlakuan Israel terhadap bangsa Palestina sebagai kejahatan kemanusiaan terbesar di dunia

Mantan Presiden Amerika, Jimmy Carter, mengatakan Israel memiliki paling tidak 150 bom atom.

Israel tidak pernah membenarkan bahwa negara itu memiliki senjata nuklir, namun negara itu diyakini memilikinya, sejak salah seorang ilmuwan membocorkan rincian di tahun 1980-an.

Carter mengeluarkan pernyataan mengenai senjata Israel ini di sebuah jumpa pers dalam festival sastra di Wales, Inggris, Hay Festival.

Dia juga menyebut perlakuan Israel terhadap bangsa Palestina sebagai “salah satu kejahatan terhadap hak asasi manusia terbesar di bumi.”

Carter menyebut perkiraan jumlah senjata nuklir yang dimiliki Israel itu ketika menjawab pertanyaan mengenai kebijakan Amerika terhadap Iran yang kemungkinan memiliki senjata nuklir.

“Amerika memiliki lebih dari 12.000 senjata nuklir, Uni Soviet memiliki jumlah yang kira-kira sama, Inggris dan Perancis memiliki ratusan, dan Israel memiliki 150 atau lebih,” berikut kutipan pernyataan Carter dari penyelenggara festival itu.

“Kami memiliki koleksi persenjataan yang besar… bukan hanya besar, namun kami juga memiliki roket-roket untuk membawa rudal-rudal itu ke sasaran dengan akurat.”

Sebagian besar ahli memperkirakan Israel memiliki antara 100-200 hulu ledak nuklir.

Perkiraan ini berdasarkan informasi yang dibocorkan kepada surat kabar Inggris the Sunday Times di tahun 1980-an oleh Mordechai Vanunu, seorang bekas pegawai reaktor nuklir Dimona di Israel.

‘Dipenjara’

Dalam jumpa pers itu, Carper menyatakan dukungannya kepada Israel sebagai sebuah negara, namun mengecam kebijakan dalam dan luar negeri negara itu.

“Salah satu kejahatan kemanusiaan terbesar di dunia adalah memblokir makanan dan memenjarakan 1,6 juta warga Palestina,” katanya.

Mantan presiden Amerika itu menyebut angka statistik yang menunjukkan konsumsi gizi anak-anak Palestina berada di bawah anak-anak di Afrika Sub Sahara.

Carter, yang mendapat Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2002, menjadi penengah kesepakatan Mesir-Israel tahun 1979, kesepakatan damai pertama antara Israel dan sebuah negara Arab.

Bulan April lalu dia secara kontroversial mengadakan pembicaraan di ibukota Suriah, Damaskus, dengan Khaled Meshaal, pemimpin gerakan militan Palestina Hamas. (BBC ; 26 mei 2008)

Senat AS Setujui 165 Miliar Dolar Tambahan untuk Perang di Irak, Afghanistan

Washington–RoL– Senat AS Kamis menyetujui tambahan 165 miliar dolar untuk berperang di Irak dan Afghanistan selama satu tahun lagi setelah para anggota parlemen merintangi jadwal waktu yang diusulkan bagi penarikan tentara AS dari Irak.

Dengan suara 70-26, senat mensahkan uang perang baru itu, yang Pentagon katakan sangat dibutuhkan untuk menghindari penghentian (staf) sipil dalam beberapa bulan dan terhentinya chek gaji tentara.

Kongres masih harus menimbang-nimbang perundangan itu. Pekan lalu, mereka mensahkan rancangan undang-undang yang berbeda secara drastis yang gagal memberikan uang baru bagi perang itu dan akan menarik tentara tempur AS dari Irak pada akhir 2009.

Kongres dapat memulai pembahasan secepatnya Jumat. Namun yang lebih mungkin mereka akan membahas perundangan itu awal Juni setelah para anggota parlemen kembali dari reses sepekan lamanya. [ANTARA,Reuters/yt; Jumat, 23 Mei 2008]

Laissez-Faire Pak SBY, Laissez-Faire [2]

carrefour_storesb.jpgKenaikan harga BBM, obral BUMN tak lain hanya untuk menjalankan agenda kapitalisme laissez-faire. Bisa-bisa, pompa bensin milik perusahaan asing bertumbuhan di Jakarta [bagian 2]

Tulisan sebelumnya menjelaskan, akibat penerapan ideologi kapitalisme-laissez-faire –atau dikenal sebagai sistem ekonomi liberal– yang dianut pemerintah kita, dalam prakteknya, sistem ini menyebabkan orang kaya bertambah kaya, orang miskin bertambah miskin.


Raksasa Carrefour dan Kios Eceran

Hidayatullah.com–Krisis ekonomi yang menimpa Asia pada 1997, jelas momentum yang ditunggu-tunggu oleh operator utama sistem kapitalisme global – IMF, Bank Dunia, dan WTO – dan itu dengan lengkap dilaporkan Klein di dalam The Shock Doktrine. Operasi IMF di Indonesia, misalnya, ditulis detil. Bagaimana IMF yang katanya datang untuk mengobati krisis, ternyata bekerja lebih untuk kepentingan ideologi kapitalisme.

exxon641a450.jpgBagaimana deregulasi, privatisasi, dan berbagai perangkat ideologi laissez-faire dipaksakan. Dan untuk itu, menurut The Shock Doktrine, IMF bisa sukses karena bekerja sama dengan kelompok Mafia-Berkeley di Indonesia yang dipimpin Profesor Widjojo Nitisastro (halaman 271). Biarlah sejarah kelak membuktikan, apakah tindakan kelompok Mafia-Berkeley itu penghianatan kepada bangsa Indonesia, atau tidak.

Sejak itu, bukan rahasia lagi kalau banyak undang-undang kita yang amat liberal disahkan DPR atas pesanan IMF. Dikabarkan sejumlah draf undang-undang disiapkan NDI (National Democratic Institute for International Affairs), organisasi yang dibentuk dan dibiayai pemerintah Amerika Serikat – dekat dengan Partai Demokrat – dengan dalih untuk menyebarkan demokrasi di negeri berkembang. Dulu NDI sempat punya ruang khusus di Gedung DPR-RI. Jadi DPR kita tinggal mengetuk palu.

Operasi IMF dalam krisis ekonomi Asia amat menakjubkan. Dalam tempo 20 bulan, terjadi 186 merger dan aquisisi (pengambil-alihan) atas perusahaan-perusahaan negeri yang dilanda krisis — Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Korea Selatan — oleh perusahaan multi-nasional, terutama dari Amerika Serikat. Itu tercatat sebagai aquisisi terbesar yang pernah terjadi di dunia. Merrill Lynch dan Morgan Stanley, perusahaan Amerika yang banyak berperan sebagai agen merger dan aquisisi itu, panen keuntungan komisi yang cukup besar.

Carlyle Group yang suka merekrut ‘’pensiunan’’ pejabat tinggi Amerika – mulai bekas Menlu James Baker sampai bekas Presiden George H.W.Bush – sebagai konsultan, memborong perusahaan telkom Daewoo dan perusahaan informasi Ssangyong. Yang disebut terakhir merupakan shalat satu perusahaan teknologi tinggi terbesar di Korea Selatan. Dengan menguasai perusahaan itu, Carlyle menjadi pemegang saham mayoritas di shalat satu bank terbesar di negeri ginseng itu.

Semua transaksi itu tak normal, atau dengan kata lain dijual obral. Sekadar contoh, perusahaan mobil Korea Daewoo yang sebelum krisis bernilai 6 milyar dollar, waktu itu diambil-alih perusahaan mobil Amerika, General Motor, hanya dengan 400 juta dollar.

Di Indonesia, sistem penyediaan air minum dikavling oleh Thames Water dari Inggris dan Lyonnaise des Eaux dari Perancis. Westcoast Eergy dari Kanada menguasai proyek pembangkit listrik yang besar.

Sejak IMF menguasai Indonesia, perusahaan raksasa pengecer Carrefour dari Perancis masuk ke sini, menyapu perusahaan lokal yang sudah lama ada, seperti Golden Truly atau Hero, atau perusahaan kecil-kecil di pasar tradisional Tanah Abang dan Cipulir, yang jumlahnya begitu banyak. Nasib mereka tambah parah karena kemudian super-market raksasa dari Malaysia, Giant, hadir kemari. Dia telan Hero yang memang sudah ngos-ngosan. Itulah hasil konkret reformasi 1998.

Ternyata itu belum cukup. Belum lama, perusahaan Perancis itu membeli Alfa-Mart, super-market yang aktif masuk ke pedesaan. Dengan demikian, kini Carrefour dengan bebasnya akan menghancurkan kios eceran di desa-desa. Itulah laissez-faire yang sesungguhnya.

Karena laisses-faire, Presiden SBY lebih memilih menyerahkan proyek minyak dan gas di Cepu yang amat menguntungkan kepada Exxon-Mobil, perusahaan minyak terbesar dan tertua Amerika Serikat, daripada kepada Pertamina, perusahaan BUMN milik sendiri.

Ternyata setelah resep-resep IMF ditrapkan, artinya prinsip kapitalisme laissez-faire dilaksanakan, menurut The Shock Doktrine, justru penduduk miskin bertambah 20 juta orang di Korea Selatan, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Indonesia. Pengangguran meledak.

Organisasi buruh internasional ILO, mencatat terjadi 24 juta penganggur baru. Itu justru terjadi pada masa puncak pelaksanaan reformasi IMF. Di Indonesia, angka pengangguran meloncat dari 4% menjadi 12%, dan dua tahun kemudian melambung tiga kali lipat. Setiap bulan ada 60.000 buruh di Thailand dan 300.000 buruh di Korea Selatan yang harus diberhentikan.

pom-bensin-shell-suci-6aaaa.jpg

Di balik angka-angka statistik itu banyak kisah mengharukan, terutama menimpa anak-anak dan perempuan. Di pedesaan Korea Selatan dan Filipina banyak orang tua harus menjual anak gadisnya kepada pedagang manusia, untuk kemudian dijadikan pelacur di Australia, Eropa, dan Amerika Utara. Di Thailand, pejabat kesehatan melaporkan hanya dalam setahun terjadi peningkatan pelacuran anak-anak sebesar 20%. Data yang mirip terjadi di Filipina.

Tapi sudahlah, ini semua cerita masa lalu. Sekarang, krisis baru terjadi lagi karena harga minyak meningkat di atas 120 dollar/barel. Dunia kian terguncang setelah harga pangan ikut menggila. Artinya, berdasarkan tesis The Shock Doktrine, kapitalisme global dan para operatornya sekarang sedang bekerja.

Tapi di sini apalagi yang mau direformasi? Sejak 1998, Indonesia sudah menjadi shalat satu negara kapitalisme laissez-faire paling liberal di dunia. Lihatlah berbagai undang-undang yang dilahirkan DPR, semua liberal. Mulai UU Migas, UU privatisasi air, Pendidikan, Pertanahan, dan terakhir Undang-Undang Pelabuhan.

Karena liberalisme, siapa yang ingin masuk perguruan tinggi negeri harus menyediakan uang Rp 100 juta. Habis bagaimana lagi, kampus sedapat mungkin harus membiayai diri sendiri. Dengan demikian, anak petani, nelayan, buruh, pedagang kecil, jangan harap bisa mendaftar ke sana. Padahal kalau tak universitas negeri kemana lagi mereka belajar untuk meningkatkan taraf hidupnya?

Artinya, dengan sistem ini orang miskin sampai kapan pun akan terus miskin. Hampir tertutup kemungkinan bagi mereka melakukan mobilitas vertikal lewat pendidikan. Inilah kemiskinan yang diciptakan oleh sebuah struktur.

Era Universitas Gajah Mada (UGM) dijuluki Ndeso karena banyak anak desa kuliah di sana, sudah berakhir. Institut Pertanian Bogor (IPB) serupa. Zaman ketika anak-anak desa dari seluruh Indonesia berlomba-lomba belajar ke sana, kini agaknya sudah menjadi nostalgia.

Perusahaan minyak Pertamina yang dulu perkasa kini sudah dirontokkan. Bulog yang dulu efektif sebagai penjamin stabilitas pangan sudah tamat riwayatnya. Bahwa akibatnya rakyat bertambah melarat dan segelintir konglomerat berlipat-ganda kekayaannya, itu soal lain.

Majalah bisnis Forbes, 13 Desember 2007, menulis sepanjang tahun lalu kekayaan para konglomerat Indonesia meloncat dua kali lipat. Sungguh fantastis. Jadi kalau BPS menyodorkan angka pertumbuhan ekonomi kita tahun ini sekian persen, percayalah, itu berasal dari pertumbuhan kekayaan konglomerat kita. Bukan pertumbuhan kekayaan rakyat banyak.

Yang paling menakjubkan adalah Menko Kesra Aburizal Bakrie. Pemilik perusahaan kelompok Bakrie itu, kekayaan bersihnya tahun lalu meroket empat kali lipat. Itu menjadikannya sebagai orang terkaya Indonesia, dengan kekayaan 5,4 milyar dollar.

Apakah Aburizal punya lampu Aladin? Sebuah artikel di Asia Times Online, 22 Juli 2006, sebenarnya sudah pernah membongkar rahasia lampu Aladin itu. Antara lain, karena politik dan bisnis di Indonesia di zaman Presiden SBY, tak terpisah melainkan menyatu.

Memang begitulah yang selalu terjadi di negeri dengan sistem laissez-faire. Begitulah Rusia di zaman Boris Yeltsin dulu. Para konglomerat dalam tempo singkat mendadak jadi kaya-raya, sampai Vladimir Putin datang menertibkannya. Para konglomerat itu kini lari ke luar negeri atau masuk penjara di Siberia. Tapi nantilah dalam kesempatan lain soal ini dibahas.

Di mata kaum kapitalisme laissez-faire, masih ada status-quo yang tersisa di Indonesia. BBM belum sepenuhnya mengikuti harga pasar dan perusahaan BUMN masih eksis. Mumpung suasana shock akibat kenaikan harga minyak dan krisis pangan masih berlangsung, sektor hilir pertambangan harus direformasi. Artinya, pemerintah harus menaikkan harga BBM, dan BUMN harus diobral. Semuanya harus dilakukan sekarang, mumpung krisis masih terjadi.

Masih kurang jelas? Silahkan berkeliling Jakarta dan sekitarnya. Lihatlah bagaimana perusahaan minyak internasional Shell, dan Petronas dari Malaysia, telah dan sedang membangun sejumlah pompa bensin raksasa. Kabarnya izin yang dikeluarkan pemerintah sudah lebih 100.

Semua pompa bensin Shell atau Petronas itu buka sampai malam dengan lampu yang terang-benderang, tapi betul-betul sepi pembeli. Seharian puluhan petugasnya yang berseragam hanya duduk-berdiri sampai capek sendiri, tak pernah melayani konsumen. Coba dicek, penghasilannya setiap bulan, mungkin tak cukup walau untuk sekadar membayar rekening listrik.

Ini terjadi karena mereka hanya menjual BBM non-subsidi yang konsumennya hanya segelintir mobil mewah milik orang kaya. Bahwa mereka terus membangun pompa bensin baru, pasti karena ada jaminan subsidi minyak akan dicabut.

Dengan demikian mereka bisa bersaing bebas dengan pompa bensin Pertamina milik pengusaha lokal yang selama ini menguasai pasar karena menjual BBM bersubsidi. Bila itu terjadi, pompa bensin multi-nasional yang raksasa itu pasti dengan mudah menelan pompa bensin lokal yang kecil-kecil. Kasus Carrefour merontokkan Hero atau pedagang Tanah Abang, akan berulang. Itu sebabnya Shell dan Petronas dengan sabar menunggu laissez-faire. Cukup jelas? [habis/www.hidayatullah.com; Amran Nasution; Penulis adalah Direktur Institute for Policy Studies; Kamis, 22 Mei 2008]


 

© Copyright AL-FATIH ZONE 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.