Blogger Themes

News Update :

Lagi-lagi Kerugian Besar Menimpa Tentara Pendudukan NATO di Afganistan, Menlu Inggris Mengakui Adanya Krisis Strategi di Sana

Selasa, 24 Maret 2009

HTI-Press. Pada hari Jum’at dan Sabtu sembilan tentara NATO yang tersebar di beberapa wilayah di Afganistan terbunuh. Sumber asal Kanada mengumumkan tentang terbunuhnya empat tentara Kanada, dan yang lain mendapat serangan di wilayah Kandahar selatan Afganistan. Hal ini menambah jumlah tentara Kanada yang terbunuh sejak awal perang menjadi 166 tentara.

Begitu juga empat tentara Amerika terbunuh dan satu orang tentara NATO yang belum diketahui kewarganegaraannya. Dalam peristiwa ini juga terbunuh sepuluh tentara bayaran asal Afganistan, serta satu orang anggota parlemen Afganistan yang loyal terhadap pendudukan Amerika, yaitu Dad Muhammad Khan dan empat orang pengawalnya di wilayah Helmand.

Pada minggu yang lalu sepuluh tentara NATO yang lain juga terbunuh. Hal ini menambah jumlah tentara Barat yang terbunuh dengan rasio yang sangat menggelisahkan. Kenyataan ini mempertegas kegagalan operasi serangan NATO di Afganistas. Kegagalan itu diakui oleh Menlu Inggris David Miliband pada hari Jum’at lalu kepala lemabaga penyiaran Inggris, yang mengatakan bahwa “Afganistan membutuhkan tentara keamanan yang lebih besar dan lebih efektif untuk mencegah gerakan Taliban dari mendominasi wilayah yang lebih luas di Afganistan”.

Miliband juga menyerukan negara-negara Eropa agar menambah partisipasinya dalam perang Afganistan. Ia meminta negara-negara Eropa “mengirim tentara tambahan ke Afganistan, dan turut menanggung sebesar mungkin beban di sana, akibat adanya krisis strategi di beberapa wilayah di Afganistan”.

Miliband mengakui bahwa gerakan Taliban adalah “sama dengan kelompok pemberontak teroris yang memiliki kemampuan untuk membuat tentara kita dan tentara sekutu yang lain lebih menderita lagi”.

Sesunguhnya pengakuan dari pemimpin Inggris yang senior akan kekuatan Taliban yang mampu membuat tentara pendudukan Barat yang dilengkapi dengan persenjataan berat dan canggih merasa terancam, serta membuatnya tidak lagi memiliki strategi untuk menghadapinya, maka semua ini tidak lain adalah bukti baru yang memperlihatkan dengan jelas atas ketidakmampuan tentara Barat penjajah untuk mengakhiri (memenangkan) peperangan di Afganistan dalam melawan Taliban. (Kantor Berita HT)


http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/24/lagi-lagi-kerugian-besar-menimpa-tentara-pendudukan-nato-di-afganistan-menlu-inggris-mengakui-adanya-krisis-strategi-di-sana/

Komnas Perempuan Tuding Perda Tentang Busana Muslimah, Larangan Pelacuran dan Larangan Berkholwat Merupakan Tindakan diskriminasi dan Kriminal

Jawa Barat dikategorikan sebagai provinsi yang paling banyak mengeluarkan kebijakan diskriminatif. Kabupaten di Jawa Barat juga yang paling banyak menerbitkan kebijakan daerah yang mengkriminalisasi perempuan. Demikian berdasarkan penelitian yang dilakukan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) selama 1999-2009 yang diluncurkan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jln. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (23/3).Kebijakan diskriminasi terhadap perempuan itu yang ditemukan dalam perda atau kebijakan di tingkat daerah itu meliputi pembatasan hak kemerdekaan berekspresi ditunjukkan dari 21 kebijakan yang mengatur pemakaian busana. Selain itu, pengurangan hak atas perlindungan dan kepastian hukum karena mengkriminalisasi perempuan yang terdiri atas 37 kebijakan tentang pemberantasan prostitusi dan 1 kebijakan larangan khalwat. (Pikiran Rakyat online: 24/03/2009)

Komentar Politik :

Jelas yang dimaksudkan Komnas Perempuan adalah beberapa perda yang mengatur kewajiban busana muslimah, larangan berkhalwat dan pemberantasan prostitusi (1) sangat menyesatkan mengatakan busana muslimah adalah diskriminasi dan tindakan kriminal padahal merupakan perintah Allah SWT, sementara pelacuran dan kholwat jelas dilarang Allah SWT (2) Komnas Perempuan telah menjadi corong gerakan liberal yang menjadikan syariah Islam sebagai musuh untuk mengokohkan kemaksiatan di Indonesia

Ramalan Pertumbuhan Ekonomi Obama disanggah Para Ahli Ekonomi AS

Para pimpinan politik Amerika percaya dengan pidato yang menghibur tentang kemungkinan-kemingkinan pertumbuhan perekonomian negara pada 2009 dan 2010. Namun, para ahli ekonomi menanggapi optimisme lahiriyah ini sebagai sebuah prediksi yang jauh dari kenyataan.

Apa yang dikemukanan Obama ini diamini oleh Ketua Federal Reserve Ben Bernanke bahwa “Rencana pencairan stimulus senilai 787 miliar dolar yang telah diputuskan oleh Kongres pada Pebruari lalu pasti akan membuahkan hasil yang diharapkan. Apalagi dengan adanya dukungan dan kerja keras dari Bank Central”. Dalam sebuah wawancara televisi dengan Ketua Federal Reserve, Bernanke berkata bahwa “AS akan melihat resesi berakhir tahun ini, dan tahun berikutnya kebangkitan ekonomi akan kembali bersinar”.

Hanya saja, para pakar ekonomi masih meragukan tentang kemungkinan-kemingkinan perbaikan situasi, bahkan mereka sangat tidak yakin bahwa kebangkitan ekonomi akan terjadi pada tahun 2010. Kebanyakan mereka sangat pesimis. Para analis ekonomi Goldman Sachs justru berpendapat sebaliknya dari pidato resmi Obama tersebut. Mereka mengatakan bahwa “Tahun 2010 bukan tahun kebangkitan ekonomi melainkan tahun kemunduran (depresi), dimana harga-harga menurun tidak sebanding dengan pertumbuhan”.

Mereka menulis dalam sebuah memorandum “Jangan melontarkan prediksi begitu saja dengan mengabaikan fakta dimana pendapatan dalam negeri berada jauh di bawah standar, sedang dalam kondisi seperti ini kebangkitan ekonomi mustahil terwujudkan”.

Begitu juga para ahli ekonomi mengungkapkan dalam website Moody’s Economy.com tentang pesimisme mereka sambil mengingatkan bahwa krisis kali ini adalah krisis terburuk sejak perang Dunia II. (al-aqsa.org)


http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/23/ramalan-pertumbuhan-ekonomi-obama-disanggah-para-ahli-ekonomi-amerika/

HIP Ke-7: Rakyat Pemilu, Penjajah Sejahtera

Friday, 20 March 2009

ImageHalqah Islam dan Peradaban kembali di gelar pada Kamis (19/3) di Wisma Antara Jakarta. Talkshow di edisi ke-7 ini mengangkat tema ”Kesejahteraan ala Demokrasi vs Khilafah”. Dalam acara yang menghadirkan pakar dari bidangnya masing-masing itu terungkap bahwa ternyata janji-janji yang diumbar para caleg dan capres dalam setiap kampanyenya yang akan mensejahterakan rakyat melalui demokrasi adalah janji-janji kosong pemilu karena memang tidak ada korelasi positif antara demokrasi dan kesejahteraan.

“Suatu negara yang menerapkan demokrasi itu memang tidak ada jaminan akan sejahtera!” ujar Pengamat Politik dari LIPI Lili Romli. Jumlah kekayaan semakin melimpah tetapi yang menikmatinyanya semakin sedikit bila dibanding dengan jumlah seluruh warga. ”Orang kaya di Eropa dan Amerika semakin kecil tetapi volume kekayaannya semakin besar” ujar Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy merujuk pada negara-negara yang lebih dulu menerapkan demokrasi.Karena memang Demokrasi dan Kapitalasme baik di barat maupun di Indonesia rujukannya sama yakni individualisme. Kepemilikan individu itulah kata kuncinya. Tujuannya untuk mengakumulasi kepemilikan individu. ”Dalam bahasa ekenonomi mengakumulasi kepemilikan individu itu adalah terjemahan dari serakah” tandas Noorsy. Sehingga jurang kesenjangan kekayaan antara yang kaya dan miskin akan semakin lebar dan dalam.

Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia Rahmat Kurnia menyebutkan bahwa Amerika, Inggris, Perancis, Jerman memang sejahtera. Tetapi sejahteranya bukan karena demokrasi tapi karena penjajahan dan eksploitasi terhadap belahan dunia lain terutama negeri-negeri Islam. Tentu saja bila ingin rakyat sejahtera bukanlah dengan cara penjajahan. ”Tetapi haruslah kembali kepada akidah kita yaitu Islam. Serta menerapkan seluruh syariah Islam dalam naungan Khilafah termasuk hukum syara yang terkait dalam kewajiban pemerintah untuk menjamin kebutuhan pokok masyrakat, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan,” tandasnya. Karena Demokrasi hanya memberikan peluang kepada rakyat secara luas untuk memilih pemimpinnya. Sedangkan hukum yang diterapkan tetap akan sesuai dengan sistem kapitalisme. Demokrasi dan kapitalisme itu tidak bisa dipisahkan seperti gula dan manisnya. ”Maka rakyat memilih wakil rakyat dan kepala negara, setelah itu lahirlah UU Migas, UU Sumberdaya Air, UU Minerba yang menguntungkan para penjajah. Ini lah yang terjadi.” simpulnya.

Pencetus otonomi daerah Ryaas Rasyid, menganalisa bahwa pasca pemilu kali ini pun kesejahteraan tidak akan tercapai. Pada sesi tanya jawab, salah seorang peserta dari Depok Muhammad Nur Hidayat mengambil kesimpulan dan menanyakan kepada para pembicara apakah kesimpulannya itu salah. ”Pesta demokrasi itu adalah pestanya orang-orang idiot,” simpulnya. Kemudian Noorsy dan Ryaas mengiyakannya dengan menyampaikan data-data yang mendukung pernyataan tersebut.

liputan: jokoprasetyo

http://www.mediaumat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=395&Itemid=28

Kampanye Jangan Umbar Ayat Quran

Thursday, 19 March 2009

ImageParpol diingatkan sebisa mungkin berkampanye tidak menggunakan ayat-ayat Al-Quran. Sebab Al quran bukan untuk dipolitisasi.

Himbauan tersebut dikeluarkan Ketua MUI NTB, Syaiful Muslim. "Sebab ayat-ayat Al-Quran bukan untuk dipolitisasi sesaat untuk kepentingan politik," katanya, tadi pagi.

Kampanye politik dari para caleg dan jurkam sebagai janji-jani dan memprovokasi masyarakat untuk memilih dirinya dan partainya. Dengan demikan ayat-ayat Al-Quran sangatlah tidak pantas untuk diumbar di mimbar kampanye, namun sebaiknya dalam berkampanye dilakukan secara santun dan bijaksana, dengan demikian akan lebih mendapat perhatian masyarakat.

"Pengalaman dalam kampanye pada pemilu sebelumnya cukup banyak jurkam dan caleg mengumbar ayat-ayat suci Al-Quran, namun untuk Pemilu 2009 mudah-mudahan tidak ada," harapnya.

sumber: waspada online

http://www.mediaumat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=394&Itemid=28

Allah Azab MGA, Mati Di WC kena Kolera

Minggu, 15 Maret 2009

Oleh : Redaksi 26 Feb 2009 - 10:00 am
Ajaran Ahmadiyah banyak mendapat penentangan dari para ulama di India. Di antara ulama yang terdepan menentangnya adalah Asy-Syaikh Tsana`ullah Al-Amru Tasri. Karena geram, Ghulam Ahmad akhirnya mengeluarkan pernyataan pada tanggal 15 April 1907 yang ditujukan kepada Asy-Syaikh Tsana`ullah. Namun anehnya tantangan mubahalah ini justru dialami oleh Ghulam ahmad sendiri
.
Di antara bunyinya: “…Engkau selalu menyebutku di majalahmu (‘Ahlu Hadits’) ini sebagai orang terlaknat, pendusta, pembohong, perusak… Maka aku banyak tersakiti olehmu… Maka aku berdoa, jika aku memang pendusta dan pembohong sebagaimana engkau sebutkan tentang aku di majalahmu, maka aku akan binasa di masa hidupmu. Karena aku tahu bahwa umur pendusta dan perusak itu tidak akan panjang… Tapi bila aku bukan pendusta dan pembohong bahkan aku mendapat kemuliaan dalam bentuk bercakap dengan Allah, serta aku adalah Al-Masih yang dijanjikan maka aku berdoa agar kamu tidak selamat dari akibat orang-orang pendusta sesuai dengan sunnatullah.

Aku umumkan bahwa jika engkau tidak mati semasa aku hidup dengan hukuman Allah yang tidak terjadi kecuali benar-benar dari Allah seperti mati dengan sakit tha’un, atau kolera berarti AKU BUKAN RASUL DARI ALLAH…

Aku berdoa kepada Allah, wahai penolongku Yang Maha Melihat, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berilmu, Yang mengetahui rahasia qalbu, bila aku ini adalah pendusta dan perusak dalam pandangan-Mu dan aku berdusta atas diri-Mu malam dan siang hari, ya Allah, maka matikan aku di masa hidup Ustadz Tsana`ullah. Bahagiakan jamaahnya dengan kematianku –Amin–.

Wahai Allah, jika aku benar dan Tsana`ullah di atas kesalahan serta berdusta dalam tuduhannya terhadapku, maka matikan dia di masa hidupku dengan penyakit-penyakit yang membinasakan seperti tha’un dan kolera atau penyakit-penyakit selainnya…. Akhirnya, aku berharap dari Ustadz Tsana`ullah untuk menyebarkan pernyataan ini di majalahnya. Kemudian berilah catatan kaki sekehendaknya. Keputusannya sekarang di tangan Allah.

Penulis, hamba Allah Ash-Shamad, Ghulam Ahmad, Al-Masih Al-Mau’ud. Semoga Allah memberinya afiat dan bantuan. (Tabligh Risalat juz 10 hal. 120)

Apa yang terjadi? Setelah berlalu 13 bulan 10 hari dari waktu itu, justru Ghulam Ahmad yang diserang ajal. Doanya menimpa dirinya sendiri.

Putranya Basyir Ahmad menceritakan: Ibuku mengabarkan kepadaku bahwa Hadrat (Ghulam Ahmad) butuh ke WC langsung setelah makan, lalu tidur sejenak. Setelah itu butuh ke WC lagi. Maka dia pergi ke sana 2 atau 3 kali tanpa memberitahu aku. Kemudian dia bangunkan aku, maka aku melihatnya lemah sekali dan tidak mampu untuk pergi ke ranjangnya. Oleh karenanya, dia duduk di tempat tidurku. Mulailah aku mengusapnya dan memijatnya. Tak lama kemudian, ia butuh ke WC lagi. Tetapi sekarang ia tidak dapat pergi ke WC, karena itu dia buang hajat di sisi tempat tidur dan ia berbaring sejenak setelah buang hajat. Kelemahan sudah mencapai puncaknya, tapi masih saja hendak buang air besar. Diapun buang hajatnya, lalu dia muntah. Setelah muntah, dia terlentang di atas punggungnya, dan kepalanya menimpa kayu dipan, maka berubahlah keadaannya.” (Siratul Mahdi hal. 109 karya Basyir Ahmad)

Mertuanya juga menerangkan: “Malam ketika sakitnya Hadhrat (Ghulam Ahmad), aku tidur di kamarku. Ketika sakitnya semakin parah, mereka membangunkan aku dan aku melihat rasa sakit yang dia derita. Dia katakan kepadaku, ‘Aku terkena kolera.’ Kemudian tidak bicara lagi setelah itu dengan kata yang jelas, sampai mati pada hari berikutnya setelah jam 10 pagi.” (Hayat Nashir Rahim Ghulam Al-Qadiyani hal. 14)

Pada akhirnya dia mati tanggal 26 Mei 1908.

Sementara Asy-Syaikh Tsana`ullah tetap hidup setelah kematiannya selama hampir 40 tahun. Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala singkap tabir kepalsuannya dengan akhir kehidupan yang menghinakan, sebagaimana dia sendiri memohonkannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kini siapa yang sadar dan bertobat setelah tersingkap kedustaannya? (dkt)

Wallahu a’lam bish-shawab.


Mirza Ghulam sesungguhnya adalah "nabi" Pelayan Imperialis
semasa penjajahan Inggris atas negeri India

Mahalnya Harga Demokrasi

Saturday, 07 March 2009

ImageOleh: Tamsil Hadi,

Dosen UIT Makassar|

Demokrasi telanjur dipersepsikan sebagai sebuah harapan dan masa depan cerah. Maka wajar saja kalau untuk melihat demokrasi, kadang harus menggunakan kaca mata gelap. Demokrasi tidak salah, penerapannya yang salah! Begitu kira-kira ungkapan defensif dari penganut paham ini jika ada yang menyerang demokrasi. Namun benarkah pembelaan seperti itu masih bisa diterima? Di saat dalam berbagai dimensi, baik itu sejarah, substansi, dan realitas demokrasi justru memaksa kita untuk ragu menerima alasan dari pembelaan seperti itu.

Ada banyak hal yang kita bisa baca saat ini sebagai ironi dari demokrasi. Salah satunya bahwa ternyata harga demokrasi itu sangat mahal. Butuh banyak yang harus dikorbankan. Menurut Woodrow Wilson, “Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang paling sulit.” (John L. Esposito dan John O. Voll, Demokrasi di Negara-negara muslim). Beberapa bentuk pengorbanan untuk demokrasi yang bisa disebutkan:

1. Pengorbanan Harta

Luar biasa! Untuk sebuah ajang setingkat Pilkada di Jatim harus menghabiskan dana tidak kurang dari Rp. 830 miliar. Jumlah ini setara dengan seperlima Pendapatan Asli Daerah Jatim dalam setahun. Padahal pada saat yang sama teriakan korban lumpur lapindo yang menuntut hak mereka masih terus terdengar. Bahkan untuk ajang Pemilu 2009 nanti, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan anggaran sebesar Rp. 47,9 triliun. Jumlah tersebut hampir mendekati anggaran pendidikan 20% dari APBN dan jauh lebih besar dari biaya pemilu yang sudah dihabiskan pada tahun 2004 sebesar Rp. 3,7 triliun.

Di AS sendiri, perlombaan antara Barack Obama dan John McCain menuju Gedung Putih telah menghabiskan US$ 1 miliar (sekitar Rp 10,5 triliun). Sayangnya banyak yang meragukan kalau naiknya Obama sebagai presiden itu mampu membawa perbaikan yang berarti.

2. Pengorbanan Nyawa

Tepatnya hari Selasa, 3 Februari 2009 yang lalu, ketua DPRD Sumatera Utara, Abdul Azis Angkat (51), meninggal dunia pasca menerima massa demonstrasi yang tidak terkendali. Rentetan kasus lain sebelumnya yang juga memakan korban atas nama demokrasi ditampilkan lewat invasi AS yang dilakukan terhadap Afganistan dan Irak. Mantan Presiden AS George W Bush mengatakan, sekitar 30 ribu nyawa warga Irak telah direnggut sejak invasi dimulai pada 20 Maret 2003 lalu. Belum lagi invasi Israel ke Palestina.

3. Pengorbanan Waktu

Masa persiapan pemilu dan kampanye yang begitu lama jelas membuat pemerintahan di negeri ini terganggu. Waktu 5 tahun yang seharusnya digunakan untuk menjalankan pemerintahan dan melayani rakyat, justru terkuras habis untuk urusan pemenangan dalam pemilu mendatang. Kader partai yang duduk di pemerintahan ataupun dilegislatif lebih sibuk mengurusi partai dibandingkan menjalankan tugasnya. Para pemburu kekuasaan pada serius melakukan upaya pencitraan diri untuk menarik suara rakyat. Indonesia sendiri mencetak rekor sebagai negara yang paling banyak menyelenggarakan demokrasi prosedural (baca; Pemilu, Pilkada, sampai Pilkades). Faktanya, jika dihitung sejak masa reformasi saja, negeri ini telah melakukan 3 (tiga) kali Pemilu. Menurut pengamat politik Eep Saefullah FatahPilkada di Indonesia diselenggarakan 3 kali sehari (Kompas, 24/6/2008). Belum lagi jika dalam sebuah suksesi menimbulkan konflik dan gejolak, maka butuh extra time untuk merampungkannya, seperti kasus Pilkada yang terjadi di Maluku Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur.

4. Pengorbanan Tenaga

Dalam hal pengorbanan tenaga, yang perlu disoroti disini adalah tenaga yang harus dikorbankan oleh rakyat akibat pembodohan demokrasi. Tenaga mereka dibutuhkan untuk menjadi tim sukses, tim kampanye, bahkan dijadikan sebagai alat propaganda lewat iklan-iklan politik. Dalam lingkup yang lebih substansial, demokrasi telah mengorbankan tenaga rakyat untuk kepentingan kepentingan perusahaan dan pemilik modal.

5. Pengorbanan Perasaan

Perasaan rakyat dalam sistem demokrasi kerap disakiti dan dipermainkan. Mereka selalu diberikan harapan dan janji-janji manis oleh penguasa, para kapitalis dan pemburu kekuasaan, tetapi sering kali dilupakan dan diingkari. Harapan pada demokrasi yang over estimate justru membuat “makan hati” karena tidak terbukti. Perasaan rakyat juga teriris tatkala melihat kekayaan alam mereka diberikan kepada pihak asing sedangkan mereka sendiri sebagai pemilik hidup dalam kesempitan. Perasaan umat Islam begitu terluka ketika Islam dan syariatnya diperolok-olokan dalam forum demokrasi ini.

Namun sayang! pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak seperti yang lazim dikatakan bahwa pengorbanan akan selalu berbuah manis. Masihkah percaya demokrasi? []www.mediaumat.com

Mahalnya Demokrasi tak Sejahterakan Rakyat

ImageDrajad Wibowo,
Anggota Komisi XI DPR RI/Pengamat Ekonomi |

Menyambut pesta demokrasi, para politikus dan partai politik berlomba merebut hati rakyat dengan tebar pesona dan janji kepada rakyat. Berbagai kegiatan sosial digelar untuk menarik simpati rakyat yang tentunya perlu dana yang tak sedikit. Akibatnya seribu satu cara dilakukan untuk mendapatkan sumber pendanaan kampanye. Akankah rakyat dapat menikmati hasil pesta demokrasi dan meraih kesejahteraan? Ternyata mahalnya biaya demokrasi tak serta merta menjamin kesejahteraan rakyat. Demikian Drajad Wibowo, politisi PAN menuturkan kepada Wahyu almaroky dari MEDIA UMAT. Lebih lanjut tentang kerugian rakyat akibat mahalnya biaya pesta demokrasi, terungkap dalam petikan wawancaranya berikut ini.

Menjelang pesta demokrasi (pemilu), banyak pihak yang berkepentingan untuk melakukan penjualan BUMN. Apakah ini menjadi tren setiap menjelang pemilu?

Sepertinya memang begitu, seolah menjadi tren melakukan penjualan aset-aset negara termasuk BUMN di saat menjelang pesta demokrasi (pemilu) atau di akhir jabatan sebuah rezim.

Apakah ada upaya untuk menyelamatkan aset negara dan BUMN dari berbagai pihak yang ingin menjualnya demi kepentingan sesaat?

Memang ada beberapa kejadian di mana menjelang pemilu itu penjualan aset negara dan BUMN itu meningkat. Maka ketika ada usulan hal tersebut di saat menjelang pemilu yang kita antisipasi. Dengan tertunda-tundanya persetujuan dari DPR ini kita harapkan beberapa penjualan aset dan BUMN ini kalau diupayakan untuk penggalanagan dana pemilu itu tidak bisa direalisasikan karena waktunya yang sangat mepet.


Apakah ini dikarenakan biaya pesta demokrasi yang teramat mahal sehingga banyak pihak baik politikus maupun partai yang harus berusaha mencari sumber pendanaannya?

Ya. Tapi rencana penjualan 20 BUMN kali ini tidak menemukan momen yang tepat. Artinya tidak ada urgensitasnya karena pasar dunia lagi ambruk. Jadi kalaupun dipaksakan menjual BUMN maka akan dihargai sangat murah, karena daya beli pasar sedang rendah. Tentu hasil penjualannya tidak bagus, atau bahkan merugikan negara.


Lalu, apa yang tepat untuk saat ini bagi BUMN?

Kalau dilihat dari kebutuhan privatisasi sebenarnya tidak diperlukan privatisasi saat ini, yang mendesak dilakukan saat ini justru restrukturisasi BUMN. Banyak BUMN yang bisa dikonsolidasi ke dalam. Untuk memperkuat modal dan memperbesar aset BUMN saat ini bisa dilakukan penggabungan BUMN sejenis sehingga BUMN itu menjadi kuat. Jadi jika melakukan penjualan ke pasar global tidak tepat karena pasar dunia sedang sekarat.


Apa masalahnya sehingga tidak dilakukan kebijakan penggabungan BUMN, malah banyak yang mau menjualnya?

Kalau saja semua pihak punya niat yang baik tentu mudah melakukan penggabungan BUMN tersebut. Persoalannya menjadi tidak sederhana karena akan banyak orang yang kehilangan jabatan dan sumber pendanaannya jika dilakukan penggabungan. Hal itu yang menyebabkan sulit melakukan efisiensi di dalam tubuh BUMN itu sendiri.


Siapa saja aktor-aktor dibalik penjualan BUMN?

Orangnya berganti-ganti tapi kepentingannya tetap sama. Orangnya mengikuti pergantian rezim yang berkuasa, ketika berganti rezim orangnya juga berganti namun kepentingannya tetap sama. Jadi meski rezim berganti tapi sistem dan kepentingannya tetap.


Kalau Menteri BUMN (Pak Sofyan Djalil) apakah termasuk yang mendukung penjualan BUMN?

Wah kalau itu saya tidak komentar.


Apakah sekarang dilihat dari kacamata ekonomi, ada korelasinya pesta demokrasi yang amat mahal itu dengan kesejahteraan masyarakat?

Karena biaya pemilu ini cukup mahal. Mungkin ada beberapa pihak yang tergoda dengan menggunakan berbagai cara untuk memperoleh sumber dana apalagi melalui suara terbanyak. Pemilu menjadi sangat mahal. Oleh karenanya yang paling penting adalah memberikan pembelajaran politik bagi masyarakat, jangan memilih karena uang dan menjadikan uang sebagai tolak ukur untuk memilih, menyukai atau tidak menyukai pemimpin. Tuntutan dari masyarakat untuk bagi-bagi uang besar sekali. Nah kalau dari masyarakat seperti ini, maka selanjutnya para pemimpin akan mengambil dari aset-aset negara. Ini yang harus kita komunikasikan. Yang dibutuhkan bagi masyarakat adalah program, bukan uang, kalau begitu akan berkurang dari penjarahan aset-aset negara.


Apakah itu karena rakyat berpikir ketika menjelang pemilu saja mereka bisa diperhatikan pemerintah dan para politisi sehingga rakyat ingin menikmati kesejahteraan meski sesaat saja dan menderita kembali setelah pemilu?

Ya kondisi saat ini demikian. Oleh karenanya yang paling penting adalah memberikan pembelajaran politik dan kesadaran bagi masyarakat, pemerintah dan seluruh rakyat.


Saat ini ada undang-undang yang memberi peluang untuk melakukan privatisasi, nah kepentingan apa di balik itu, apakah semata demi kepentingan rakyat? Atau adanya dorongan dari pihak asing untuk keluarnya undang-undang tersebut?

Kalau undang-undang itu terbit sebenarnya tidak terlepas dari peran IMF yang merupakan bagian dari liberalisasi dan privatisasi. Makanya kita ada undang-undang migas yang liberal. Di Panitia Angket telah kita ungkapkan ada dana-dana USAID, ADB dan Bank Dunia yang membantu selama proses terbentuknya penyusunan undang-undang tersebut. Akan tetapi riilnya sama liberalisasi dan privatisasi yang merupakan konsep IMF.


Dengan biaya demokrasi yang sangat mahal, kampanye yang sangat mahal, kan ada juga rakyat yang diuntungkan dengan bagi-bagi kaos, bagi-bagi sembako dll. Apa efek yang ditimbulkan setelah pemilu dilihat dari segi ekonomi?

Ada kekhawatiran setelah pemilu, pemimpin-pemimpin baik yang ada di eksekutif maupun di legislatif karena merasa telah keluar uang banyak, maka uangnya harus kembali. Saya khawatir DPR yang akan datang bisa lebih jelek dari yang sekarang karena biaya kampanye yang sangat mahal. Mau tidak mau harus mencari segala cara untuk menggantinya. Sedangkan gaji di DPR tidak akan mungkin menutup biaya kampanye. Masyarakat sendiri akan dirugikan terlebih lagi mendapatkan uang yang tidak dengan cara yang baik, akan lebih banyak mudharatnya.


Benarkah pendapatan atau gaji anggota Dewan tidak cukup untuk membiayai kampanyenya yang konon sampai milyaran rupiah?

Tentu tidak cukup. Tunjangan anggota dewan itu sekitar 40 juta dengan satu tahun sekitar 520 jutaan, belum dikurangi untuk kebutuhan selama setahun menjadi anggota dewan. Semisal bisa ditabung 15 jutaan maka hanya akan mencapai 900 jutaan, tidak akan mencapai satu milyar. Sehingga tidak akan impas selama 5 tahun. Dan bisa rugi. Maka akan mencoba mencari berbagai cara.


Dengan adanya biaya yang sangat mahal, apakah selama ini ada pengalaman bahwa kebijakan-kebijakan yang mengarah ke indikasi pengembalian modal?

Ada indikasi. Sulit untuk menghilangkan proteksi bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan pribadi.


Dengan biaya demokrasi yang sangat mahal itu, apakah nantinya akan melahirkan kebijakan yang pro rakyat atau lebih kepada pro kepentingan?

Saya rasa akan banyak ke pro kepentingan di banding pro rakyat.


Tetapi kalau dihitung di negara-negara lain, biaya demokrasi itu tidak ada yang murah ya dalam konteks ini?

Kalau biaya demokrasi itu pasti mahal, karena kan perlu cetak suara, keperluan lain. Tetapi itu biasa operasional, sementara yang berbeda kita dengan negara-negara maju adalah biaya untuk dipilih itu luar biasa, sementara untuk di negara maju calon-calon ini tidak memberikan uang kepada pemilihnya. Dia meyakinkan warga dengan program-program. Dia menyampaikan perlu biaya iklan, biaya kampanye, sehingga memperoleh dari donator. Sedangkan di kita ini calon justru menyogok pemilihnya untuk memberikan uang agar memilihnya. Kalaupun pemimpinnya menyogok pemilihnya, maka kalau dia memimpin dia akan meminta tuntutan terus-menerus. Jadilah budaya sogok menyogok. Hal ini yang harus kita hindarkan


Kalau dari 20 BUMN yang direncanakan akan diprivatisasi ini kemungkinannya akan bisa direalisasikan dalam waktu dekat ini?

Akan sangat sulit, bahkan jika ada yang telah disetujui pun akan kita pertanyakan, terlebih jika ada yang telah disetujui pada dua tahun yang lalu, ini akan dipermasalahkan. Karena saat itu harga-harga saham anjlok. Nilai mata uang jatuh.


Kalau dalam kondisi seperti itu jadi negara sebenarnya dirugikan?

Negara memang akan rugi, terlebih dalam kondisi nilai harga seperti ini. Tetapi kalau kondisi harga bagus, atau tidak dijual. Kan ada BUMN yang memang tidak perlu BUMN tersebut, atau memang tidak untuk mayoritas itu bisa diterima.


Biasanya, privatisasi ini justru tidak dijual ke masyarakat, tetapi dijual ke pihak asing?

Itu yang seharusnya tidak kita setujui.[]www.mediaumat.com

 

© Copyright AL-FATIH ZONE 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.