Blogger Themes

News Update :

Bercermin dari Sikap PDI Perjuangan dan PDS

Selasa, 04 November 2008

DPR akhirnya mengesahkan RUU Pornografi setelah mengalami penundaan yang sangat lama. Hampir semua fraksi setuju dengan Rancangan UU ini, kecuali Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Damai Sejahtera (PDS). Kedua partai ini memilih walkout dalam sidang paripurna. Memang kedua partai ini sudah sejak awal menentang UU yang diharapkan bisa menghapuskan pornografi.

Alasan kedua partai ini hampir sama. UU ini melanggar HAM, mengancam pluralisme, diskriminasi. Keduanya menganggap UU ini mengancam sekulerisme Indonesia. Anggota pansus dari PDIP Eva Kusuma Sundari menilai negara telah memasuki wilayah private, sementara NKRI bukan negara agama.

Sementara PDS saat menarik anggotanya sebagai anggota Pansus RUU ini mengatakan RUU ini penuh dengan muatan syariah agama tertentu yang kan menimbulkan perda-perda yang diskriminatif. Baik PDIP dan PDS yang secara terang-terangan menyatakan UU ini merupakan upaya terselubung untuk penerapan syariah Islam di Indonesia.

Berbagai argumentasi sudah dilontarkan untuk menolak anggapan tersebut. Sikap Hizbut Tahrir sendiri sejak awal sudah jelas, bahwa kita setuju setiap upaya penghapusan pornografi dan pornoaksi secara menyeluruh , bukan sekedar mengatur tapi memberangus habis. Namun sejak awal juga kita katakan juga, UU yang akan bisa memberangus segala bentuk pornografi dan pornoaksi adalah syariah Islam yang harus diterapkan secara menyeluruh. Kita juga melihat banyak kelemahan dari UU ini yang justru bisa dijadikan sebagai alat melegalkan pornografi dan pornoaksi.

Lepas dari semua itu, kita menyaksikan bagaimana PDI-P yang secara terbuka mengaku sebagai partai sekuler dan PDS yang tidak malu-malu mengatakan sebagai partai kristen secara konsisten menolak UU ini karena menurut mereka mengancam sekulerisme. Mereka juga sejak awal konsisten menolak syariah Islam untuk diterapkan oleh negara. Dalam sejarah PDI atau PDIP misalnya sejak awal menolak segala bentuk UU yang menurut mereka berbau syariah. Mereka menolak UU Perkawinan, UU Sisdiknas, UU Pornografi dan perda-perda yang menurut mereka berbau syariah.

Mereka juga melakukan itu secara terbuka, tidak malu-malu , dan tidak berputar-putar dalam bersikap . Setiap UU yang melanggar prinsip sekulerisme dan berbau syariah mereka tolak dengan gigih. Mereka konsisten mengacu pada ideologi partai yang mereka usung, sekulerisme. Mereka dengan bangga juga walkout dari sidang untuk menunjukkan sikap konsisten mereka.

Mereka tidak pernah kompromi dalam perkara-perkara yang bertentangan dengan ideologi (aqidah) sekulerisme mereka dan mengancam kepentingan ‘umat’ mereka. Merekapun mengerahkan segenap usaha dan tenaga untuk mempertahankan aqidah sekuler mereka. Sekulerisme harus dijaga sampai titik darah penghabisan, sekulerisme harga mati, syariah Islam harus ditolak, titik.

Sebaliknya bagaimana sikap umat Islam, sikap para politisi Islam atau partai yang mengklaim partai Islam? Menyedihkan, sikap yang ditunjukkan malah sebaliknya. Kita sering tidak terbuka dan malah malu-malu mengatakan akan memperjuangkan syariah Islam. Bahkan terkadang bicara syariah Islampun kita enggan.

Berbagai alasan kita bangun untuk menolak kelemahan sekaligus kemaksiatan kita ini. Yang pentingkan substansi, syariah Islam terlampau dini untuk disampaikan, yang penting urus individu dan keluarga dulu, tidak penting nama, kita bertahaplah, (secara keliru) menggunakan kaedah akhafud-dharain, akhwanusy-syarain, dan seribu alasan lainnya. Kita lebih menyibukkan diri kita untuk mencari alasan. Sementara sikap musuh jelas, dan sangat jelas: sekulerisme harga mati, syariah Islam wajib ditolak!

Yang lebih menyedihkan lagi terkadang ada yang bertindak seperti orang munafik. Ketika dihadapan kelompok Islam, gerakan Islam, atau tokoh-tokoh Islam yang ingin memperjuangkan syariah Islam, mengatakan sebenarnya memperjuangankan syariah Islam bahkan khilafah. Tapi di depan publik menyampaikan hal yang bertolak belakang. Negara Islam tidak wajib, syariah Islam tidak harus lewat negara, pemimpin perempuan tidak masalah dan kalimat-kalimat yang mengaburkan lainnya.

Kita juga lebih sering berkompromi, bahkan dalam masalah aqidah sekalipun. Kalau mereka yang menolak UU pornografi dengan tegas menolak dengan alasan hal itu berbau syariah, kenapa kita tidak berani dengan tegas mengatakan UU itu harus berdasarkan syariah Islam? Kita terlampau berkompromi, sehingga membiarkan kata-kata anti dihilangkan, kata-kata pornoaksi dihilangkan. Pengecualian pornografi dengan alasan seni, budaya, ritual pun diterima.

Kita seperti tidak belajar dari sejarah bahwa sikap kompromi tidak akan pernah menguntungkan umat Islam. Dengan alasan toleransi kita berkompromi saat kata-kata menjalankan syariah Islam bagi pemeluknya dihapuskan dalam Piagam Jakarta. Akibatnya Indonesia tetap menjadi negara sekuler. Yang lebih menyedihkan, di saat partai-partai sekuler dengan tegas mempertahankan ‘aqidah’ sekulerisme mereka, kita malah melakukan koalisi dengan partai sekuler, berusaha menjadi partai terbuka. Sikap-sikap yang sangat menyedihkan.

Seharusnya kita belajar dari Rosulullah Saw saat memperjuangkan Islam. Rosulullah Saw tidak pernah berkompromi dalam masalah aqidah dan syariah. Rosulullah Saw tidak pernah menutupi perjuangan Islamnya dengan alasan substansi. Rosulullah Saw menyampaikain ayat-ayat Al Qur’an apa adanya, tidak menutup-nutupinya. Apapun resikonya. Saat turun surat al-Ikhlas yang menyerukan keesaan Allah SWT, Rosulullah Saw tidak menyembunyikan ayat ini. Rosulullah Saw menyampaikan apa adanya, meskipun masyarakat kafir Quraisy menolak. Rosulullah Saw tetap menyampaik surat al-Lahab yang secara langsung mencela pemimpin politik kafir Qura’isy saat itu, Abu Lahab. Meskipun kemudian Rosulullah Saw dan pengikutnya harus mendapat siksaan dari pemimpin-pemimpin kafir saat itu.

Rosulullah saw juga tidak pernah berkompromi dengan sistem kufur yang ada. Meskipun Rosulullah Saw ditawari kekuasaan, harta, dan wanita. Sikap Rosulullah Saw jelas dan tegas, aqidah Islam tidak boleh dikompromikan. Antara yang hak dan batil tidak boleh dicampur adukkan. Sikap teguh Rosulullah Saw tampak jelas dalam perkataannya: Demi Allah, seandainya mereka sanggup meletakkan matahari di sebelah (tangan) kananku dan bulan di sebelah (tangan) kiriku agar aku mau meninggalkan urusan (dakwah) ini, aku tidak akan meninggalkannya, sampai Allah memenangkan dakwah ini atau aku hancur karenanya.

Sekali lagi, kalau mereka dengan tegas menyatakan sekulerisme harga mati, kenapa kita yang berjuang di jalan yang benar tidak berani mengatakan aqidah dan syariah Islam adalah harga mati yang harus diperjuangkan. Kalau musuh-musuh Allah SWT mengerahkan segenap kemampuannya untuk menolak syariah Islam, kenapa kita yang dijanjikan surga oleh Allah SWT setengah hati memperjuangkan syariah Islam.

Kalau mereka terhadap UU Pornografi yang sudah mandul sekalipun tetap menolak dengan walkout, kenapa kita tidak berani walkout saat DPR mengesahkan UU yang bertolak belakang dengan syariah Islam? Kalau DPRD Bali dan Gubernurnya membangkang, menolak dengan tegas UU Pornografi yang menurut mereka mengancam tradisi Hindu-Bali, kenapa umat Islam tidak berani menolak ideologi sekuler dan UU sekuler negara ini dengan alasan bertentangan dengan aqidah Islam dan syariah Allah SWT? “Mengapakah kamu takut kepada mereka, padahal Allal-lah yang berhak kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (QS At-Taubah:13) (Farid Wadjdi)

Share this Article on :

0 komentar:

 

© Copyright AL-FATIH ZONE 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.