Blogger Themes

News Update :

Implementasi Tauhid dan Optimisme Perjuangan Khilafah

Selasa, 11 Oktober 2011


Oleh : Yanuar Ariefudin
Kontributor DakwahMedia.com Unissula
tegakkan-ar-roya
Islam dibangun di atas lima pilar: kesaksian bahwa tiada sesembahan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji; dan puasa Ramadhan (HR Ahmad, al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibn Hibban).
Kesaksian bahwa tiada sesembahan selain Allah merupakan bentuk ikrar yang memiliki konsekuensi meniadakan pencipta selain Allah, meniadakan ketaatan kepada selain Allah, dan meniadaan segala kesempurnaan selain Allah. Itu artinya bahwa kia dituntut untuk menjadi seorang muslim yang bertaqwa.
Imam Hasan al-Bashri menjelaskan kepada kita pengertian taqwa dengan gamblang yakni menjaga dari apa-apa yang diharamkan Allah SWT dan melaksanakan segala perintah-Nya.
Sementara Ibnu Abbas memberikan substansi taqwa itu dengan sikap khawatir terhadap kaum muslimin dari sanksi (uqubat) yang akan ditimpakan Allah kepadanya (karena perbuatan yang dilakukannya), sekaligus harapan akan rahmat-Nya.

Kalau kita jujur tentu kita akan mengatakan bahwa kita belum benar-benar bertaqwa. Itu artinya, kita belum benar-benar menjadi seorang muslim yang kaffah. Buktinya masih banyak hukum-hukum Allah yang belum kita terapkan. Padahal kita diperintahkan untuk taat kepada seluruh hukum-hukumnya secara totalitas. Salah satunya ditegaskan dalam Al Quran :
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (QS. al-Baqarah : 208).
Dalam Tafsir Ibnu Katsir Juz I maknanya : Allah memerintahkan hamba-Nya yang beriman kepada-Nya, membenarkan Rasul-Nya: agar mengambil seluruh pegangan Islam dan seluruh syariah Islam, dan menjalankan seluruh perintah-Nya, dan meninggalkan seluruh larangan-Nya sesuai dengan kemampuannya.
Penyebab mendasar tidak diterapkannya seluruh hukum-hukum Allah adalah karena kita tidak memiliki institusi negara Khilafah. Tanpa negara Khilafah Islamiyah banyak syariah Islam yang tidak bisa diterapkan. Kita memang bisa shalat meski tanpa negara Khilafah, namun tanpa khilafah kita tidak bisa menghukum orang yang tidak shalat secara terang-terangan. Kita bisa shaum tanpa negara Khilafah, namun kita tidak bisa menghukum orang yang tidak shaum. Kita pun sering kali mendengar bahwa hukuman bagi pezina adalah rajam, namun kita tidak pernah dapat menyaksikan hukuman rajam dilakukan. Memang kita bisa menasehati seseorang agar tidak berzina. Tapi siapa yang akan menghukum orang yang berzina kalau tidak ada negara khilafah?
Masih banyak syariah Islam lain yang tidak mungkin bisa diterapkan tanpa adanya Khilafah. Tidak mungkin negara menjalankan politik luar negeri dakwah dan jihad kalau negara itu bukan berbentuk Khilafah. Bagitu juga dengan penetapan mata uang resmi negara berupa dinar dan dirham (yang berdasarkan emas dan perak), pencegahan barang tambang dikuasai oleh asing (swasta) hanya bisa dilakukan oleh negara Khilafah.
Kewajiban perjuangan Khilafah adalah merupakan konsekuensi keimanan, sebab menegakkan syariah Islam adalah wujud keimanan seorang muslim. Tanpa Khilafah mustahil seluruh syariah Islam diterapkan. Apalagi, tidak mungkin Allah SWT mewajibkan kita bersatu dan menegakkan syariah Islam kalau perintah itu tidak mungkin bisa kita laksanakan! Bukankah Allah tidak akan membebani kita dalam perkara-perkara yang memang kita tidak sanggup? Wallahu a’lam

Share this Article on :

0 komentar:

 

© Copyright AL-FATIH ZONE 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.