world_pop.gifThe Politics of Population Growth
Riset modern yang dilakukan pada struktur genetik jumlah penduduk menunjukkan bahwa 15000 tahun yang lalu, penduduk dunia adalah 15 juta (sama dengan jumlah penduduk Delhi, India, pada saat ini). Populasi penduduk saat Nabi Isa AS lebih dari 2000 tahun lalu kemudian bertambah menjadi 250 juta (jumlah yang kurang lebih sama dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini). Pada saat Revolusi Industri di abad 18, penduduk dunia telah meningkat tiga kali lipat menjadi sekitar 700 juta (dua kali lipat jumlah penduduk Amerika pada saat ini). Dalam dua abad, tingkat pertumbuhan populasi global dalam setahun adalah 6 % yakni mencapai 2,5 milyar pada tahun 1950. Dalam lima dekade tingkat pertumbuhan populasi global menjadi lebih dari dua kali lipatnya sebesar 18 % hingga mencapai 6 milyar pada abad ke 21. Walaupun tingkat pertumbuhan melambat, jika tidak ada becana alam secara demografi, maka populasi dunia akan mencapai 9 milyar pada tahun 2050. Populasi pada saat ini berkisar pada 6.7 milyar

Mitos Overpopulasi Dunia
Situasi atas mayoritas penduduk dunia saat ini adalah diliputi kemiskinan dan kesengsaraan. 3 milyar manusia di dunia hidup dengan pendapatan kurang dari dua dolar (atau lebih kurang dua puluh ribu) sehari. 1,3 milyar diantaranya tidak punya akses bagi air bersih; 3 milyar tidak punya akses untuk sanitasi dan 2 milyar tidak punya akses untuk listrik. Tingkat pertumbuhan pada abad yang lalu

disebut sebagai biang keladi yang menyebabkan keadaan dunia sekarang berada di tepi jurang malapetaka; argumen yang seringkali diutarakan adalah bahwa dunia kekurangan makanan untuk bisa menopang populasi yang demikian besar. Para pendukung overpopulasi mengklaim bahwa pertumbuhan populasi dunia yang besar inilah yang menyebabkan kemiskinan, kehancuran lingkungan dan ketimpangan sosial. Tidak mungkin terjadi pertumbuhan ekonomi pada Dunia Ketiga selama populasinya terus bertambah. Akibatnya, lembaga-lembaga internasional dan pemerintahan di dunia mengembangkan banyak program untuk mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk, yang semuanya diterapkan pada Dunia Ketiga.

PBB mensponsori konperensi pertama mengenai masalah ini pada tahun 1994 di Kairo untuk menganalisa masalah overpopulasi dan mengajukan sejumlah langkah untuk mengkontrolnya. Pada konperensi itu diperdebatkan sedemikian banyak pendekatan untuk mengkontrol fertilitas; seperti dipromosikannya penggunaan alat kontrasepsi, perkembangan ekonomi liberal dan diserukannya peningkatan status wanita. Dasar dari konperensi itu adalah suatu penerimaan atas anggapan bahwa pertumbuhan penduduk menyebabkan kemorosotan ekonomi dan dilakukannya usaha-usaha untuk mengkontrol pertambahan penduduk di Dunia Ketiga terhambat oleh keyakinan agama yang mendorong dimilikinya keluarga yang besar dan kurangnya pendidikan bagi wanita.

Usaha-usaha semacam itu menyebabkan diterimanya pandangan bahwa pertumbuhan penduduk menyebabkan efek-efek negatif seperti kemerosotan dan kemandegan ekonomi, kemiskinan global, kelaparan, kerusakan lingkungan dan ketidak stabilan politik. Filosofi semacam itu telah menjadi mesin pendorong bagi PBB dan Bank Dunia. Pertumbuhan penduduk adalah sebuah problem bagi Afrika, Amerika Latin dan Asia dan jika masalahnya mau terpecahkan maka Negara-negara itulah yang harus melaksanakannya. Dalam hal ini, korban yang telah sangat menderita malah dipersalahkan dengan riset empiris yang mendukung asumsi semacam itu.

Orang pertama yang menyokong pandangan semacam itu adalah Thomas Malthus pada tahun 1798, yang dalam tulisannya yang terkenal berjudul Essay on the Principle of Population, menyatakan bahwa kelangkaan barang akan menyebabkan masalah karena penduduk bertambah sesuai dengan deret ukur (2, 4, 8, 16, 32), sedangkan sumber-sumber daya seperti makanan bertambah sesuai dengan deret hitung (2, 4, 6, 8, 10). Akibatnya, tanpa dilakukan ‘pengecekan’ lebih dulu untuk mengkontrol fertilitas, populasi akan bertambah sehingga menghabiskan sumber daya dunia dan akhirnya menyebabkan kelaparan, hingga terjadi peperangan dan penyakit untuk menyeimbangkan sumber daya dan populasi.

Namun, tuduhan apapun terhadap overpopulasi harus dilihat dalam kaitanya dengan beberapa tindakan independen untuk mencek ketelitiannya yakni sesuatu yang terkait dengan pemakaian sumber daya. Sumber daya yang dikonsumsi yang menyebabkan ketidak seimbangan global adalah berhubungan dengan besarnya populasi.

Walaupun tidak ada konsensus mengenai kenapa Negara pertama di dunia yang menjadi Negara industri adalah Inggris, salah satu dari 8 faktor penyebab potensialnya adalah karena pertumbuhan penduduk.

Menyusul dilakukannya penyatuan dengan Skotlandia tahun 1707, penduduk Inggris saat itu adalah 6.5 juta; seabad kemudian jumlahnya naik menjadi 15 juta. Yang lebih penting lagi, sebagian besar pertumbuhan itu terjadi setelah tahun 1750 yang merupakan salah satu ledakan penduduk terbesar dalam sejarah Inggris. Pada tahun 1801, populasinya telah meningkat menjadi lebih dari 16 juta. Peningkatan ini adalah kritis, karena hal ini menaikkan jumlah tenaga buruh potensial dan konsumen atas komoditas. China dan India juga telah menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang besar adalah suatu hal yang baik, walaupun selama tahun 1960-an dan 1970-an kedua Negara menerapkan program-program pengurangan penduduk. Di bawah pengaruh Barat, kedua Negara itu mampu mengurangi besarnya jumlah penduduk tapi tidak mampu membatasinya dan pada saat yang sama, kedua Negara tadi menjadi raksasa ekonomi yang tumbuh di dunia, dimana hal ini bertentangan dengan pandangan overpopulasi yang menyatakan bahwa semakin banyak orang maka semakin banyak sumber daya yang habis.

Kapitalisme = Kemiskinan

Apabila semua asumsi mengenai efek-efek pertumbuhan penduduk diteliti lebih jauh, pertumbuhan penduduk tidak mungkin menyebabkan berbagai kesengsaraan di dunia pada saat ini dan apa yang menjadi jelas adalah bahwa ada agenda politik ketika menyatakan meningkatnya populasi global adalah penyebab bencana dunia yang potensial. Agenda ini dibuat untuk mengalihkan penyebab sebenarnya dari bencana itu yakni gaya hidup, pola hidup, gaya hidup konsumerisme, kemiskinan dan eksploitasi yang terang-terangan atas Dunia Ketiga agar Dunia Barat dapat hidup tanpa Dunia Ketiga.

Negara maju juga menghadapi serangkaian masalah yang rumit: Jepang, Rusia, Jerman, Swiss dan sebagian besar Eropa Timur mengalami kekurangan penduduk, dikarenakan pengurangan jumlah kelahiran secara besar-besaran. Sebagian wilayah dunia juga sedang mengalami kekurangan penduduk jika tidak ada imigrasi. Karena jumlah penduduk di Barat menurun secara relatif dibandingkan dengan bagian dunia lain, maka negara-negara ketiga itu akan punya alasan yang sah dikarenakan jumlah penduduknya untuk punya pengaruh lebih besar pada lembaga-lembaga internasional dan perwakilannya di badan-badan internasional. Isu overpopulasi adalah alat yang sangat berguna untuk menjelek-jelekkan Negara-negara dengan pertumbuhan penduduk yang besar dan pada saat yang sama mengurangi resiko berkurangnya pengaruh Negara-negara maju di masa datang. Hal ini jelas terlihat ketika Turki bergabung dengan Uni Eropa, setelah bergabung dengan Uni Eropa itu, maka penduduk Turki yang hampir 70 juta jiwa itu akan memberikannya hak untuk menempatkan jumlah perwakilan kedua terbesar pada Parlemen Eropa. Terlebih lagi, proyeksi demografi menunjukkan bahwa jumlah penduduk akan melebihi jumlah Jerman menjelang tahun 2020. Keanggotaan Turki akan memiliki banyak konsekuensi pada arah Uni Eropa di masa datang termasuk pada isu rencana pemekarannya di masa datang.

Semua kesalahan ditimpakan pada Dunia Ketiga yakni pada masalah besarnya jumlah penduduk, padahal Negara-negara Barat mengkonsumsi 81% dari semua apa yang dihasilkan dunia, sedangkan Dunia Ketiga memiliki hampir sebagian besar sumber daya dan mineral yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang di dunia. Dunia Ketiga hanya mengkonsumsi 3.6 %. Dunia Barat mengkonsumsi 50% sumber daya paling penting di abad ke 21; yakni minyak, padahal mereka memproduksi minyak kurang dari seperempatnya.

Semuanya berkaitan dengan Ekonomi

Negara maju dicirikan dengan industri konsumsinya, karena mereka terobsesi dengan konsumsi. Ekonomi diukur oleh kemampuan mereka untuk menghasilkan jumlah yang sama seperti periode tahun lalu dan Gross domestic product (GDP) telah menjadi alat dimana kemajuan dan kebahagiaan diukur. Pandangan Barat melihat kebutuhan mereka selalu naik dan karena dilakukannya teknik-teknik marketing yang baru maka dihasilkan sedemikian banyak kebutuhan-kebutuhan yang artificial selama bertahun-tahun. Pentingnya konsumsi untuk mengkonsumsi digaris bawahi oleh Richard Robbins dalam bukunya yang meraih penghargaan ‘global problem and the culture of capitalism (masalah global dan budaya kapitalisme),’ ‘beberapa hari setelah al Qaeda menabrakkan dua pesawatnya ke gedung WTC pada tanggal 11 September, para anggota kongres Amerika bertemu untuk merumuskan suatu pesan pada publik. “Kami harus memberi keyakinan pada masyarakat untuk kembali keluar dan bekerja, membeli barang, kembali berbelanja di toko-toko, bersiap menyambut thanksgiving day, bersiap menyambut Natal,” kata seorang anggota kongres, dengan meniru ucapan Presiden ‘keluarlah’ katanya ‘dan jadilah anggota masyarakat yang aktif’. (CNN 2001). ‘Kenyataan bahwa setelah salah satu kejadian yang paling mengejutkan dalam sejarah Amerika itu, para pejabat pemerintah mendorong penduduk untuk berbelanja dan bekerja adalah bukti yang cukup akan arti pentingnya konsumsi agar ekonomi kita bisa berjalan efektif dan termasuk juga untuk seluruh masyarakat.”

Konsumsi dan Konsumsi Lagi!
Pada masyarakat telah terjadi perubahan dari membeli apa yang diperlukan untuk bisa survive menjadi kebiasaan membeli dimana barang-barang mewah dirubah menjadi suatu keperluan hidup; hal ini terjadi terutama karena adanya pemasaran (marketing) dan iklan (advertising). Tujuan dari para pemasang iklan adalah untuk senantiasa menjadikan konsumen memiliki keinginan yang menggebu-gebu dan menciptakan nilai pada komoditas dengan memberinya daya tarik yang akan menjadikan orang memilikinya. Maka dilakukanlah kampanye secara nasional dimana selebritis digunakan untuk ikut menyokongnya. Para pengiklan, dengan bantuan perusahaan, senantiasa menciptakan kegelisahan pada orang untuk memiliki barang-barang yang ‘baru’ atau ‘up to date’. Memiliki barang-barang ‘modern’ telah menjadi keharusan dan ‘ketinggalan zaman’ digambarkan sebagai kegagalan dalam kehidupan. Inilah yang diciptakan oleh Kapitalisme untuk memastikan bahwa konsumen terus mengkonsumsi.

Keluarga inti dari Negara-negara Barat dengan hanya 2.4 anak dalam keluarga, selalu mengkonsumsi jauh lebih banyak sumber daya dibandingkan dengan jumlah yang lebih kecil yang dikonsumsi oleh keluarga di Dunia Ketiga. Setelah Perang Dunia II, Departemen Perdagangan Amerika, yang bertindak atas tekanan karena ekonomi Amerika sangat terpengaruh oleh perang itu, mempromosikan pandangan atas rumah tangga yang lebih besar, dan bahkan dengan lebih banyak jumlah anak, untuk menaikkan penjualan banyak produknya agar dibeli di dalam negeri. Dikarenakan hal ini, Amerika dengan 6% populasi dunia, mengkonsumsi 25% sumber daya dunia. Ini adalah kenyataan yang sangat kontradiktif pada apa yang digembar-gemborkan oleh Amerika dalam kaitannya dengan “over” populasi.

Hal ini dikarenakan adanya kepentingan bisnis yakni untuk bisa mensuplai barang-barang mereka dan untuk mendorong berlanjutnya ekspansi ekonomi dan akumulasi uang mereka. Alasan mengapa Kapitalisme perlu untuk terus menerus tumbuh dan melakukan ekspansinya adalah agar perusahaan-perusahaan itu bisa mendapat keuntungan maka mereka perlu terus menjual sejumlah besar barang dan jasa mereka. Barang-barang tersebut memerlukan sumber daya yang secara alamiah ditemukan di dalam perut bumi seperti minyak tanah, gas, air dll. Hal ini memerlukan pencarian barang-barang mineral tersebut di Dunia Ketiga dimana sebagian besar mineral di dunia terdapat dan disinilah sebabnya kenapa dunia kekurangan makanan dan terjadi kemiskinan global. Kemajuan teknologi seharusnya memastikan lebih banyak barang yang diproduksi dengan harga yang lebih murah dari yang dijual oleh para pesaing barang itu. Teknologi terus berkembang untuk memproduksi barang-barang menjadi lebih cepat dan lebih murah dan pada saat yang sama memastikan bahwa konsumen selalu ingin membeli barang-barang itu. Karena sumber daya dunia adalah terbatas maka semakin banyak perusahaan yang bersaing untuk mendapatkan sumber daya yang semakin berkurang.

Akibatnya Negara-negara maju terus menyuapi Dunia Ketiga, sehingga kebijakan-kebijakan pemerintahan dipengaruhi oleh pencarian sumber daya yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan nasional yang seringkali disebut sebagai ‘kepentingan nasional’. Kebutuhan untuk senantiasa memproduksi lebih banyak, mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengeksploitasi Negara-negara yang memiliki sumber daya dan Dunia Ketiga ditipu dengan kesempatan bekerja. Banyaknya zona ekonomi di Asia Tenggara, dimana pekerjanya bekerja pada keadaan yang buruk dan memperoleh hanya beberapa dolar sehari merupakan bukti hal ini. Dalam zona-zona itu, perusahaan-perusahaan tidak diizinkan untuk menjual produk-produk tertentu di pasaran dimana barang-barang itu diproduksi tapi hanya diizinkan untuk memproduksi barang-barang yang bisa menghasilkan pekerjaan bagi ekonomi Negara pembuatnya.

Mengejar kepentingan

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, Amerika mulai mengembangkan kebijakan-kebijakan dalam negeri untuk melawan tantangan atas meningkatnya jumlah penduduk di Dunia Ketiga. Peningkatan penduduk di Negara-negara miskin mulai menjadi perhatian para pemerintahan Barat. Sebuah memorandum dari US National Security Study yang dibuat tahun 1974 oleh the National Security Council atas permintaan Menteri Luar Negeri AS, Henry Kissinger, menyimpulkan bahwa ada empat tipe alasan yang menjadikan pertumbuhan ekonomi di Negara-negara miskin bisa menjadi ancaman bagi keamanan nasional AS.

1. Negara-negara dengan jumlah penduduk lebih besar punya pengaruh politik lebih besar

2. Negara-negara semacam itu akan lebih mampu untuk menolak akses bagi Barat atas sumber-sumber daya dan material itu

3. Meningkatnya jumlah kaum muda akan bisa menantang struktur kekuasaan global

4. Meningkatnya penduduk bisa merupakan ancaman bagi para investor Amerika di Negara-negara itu

Memorandum itu menyebutkan Negara-negara seperti India, Brazil, Thailand, Turki, Ethiopia dan Colombia sebagai Negara-negara yang mendapat perhatian atas hal ini.


Pandangan Islam
Gaya hidup yang boros dari Negara-negara maju maupun pola konsumsi yang mereka lakukan adalah penyebab yang sebenarnya atas meningkatnya pemakaian sumber-sumber daya dunia. Lagipula, konsumsi Negara-negara Barat telah menjadikan Dunia Ketiga terus berada dalam keadaan miskin. Pada saat yang sama, meningkatnya jumlah penduduk di Dunia Ketiga dipersalahkan sebagai penyebab kesengsaraan di dunia.

Pandangan Islam atas topic ini adalah bersarkan sejumlah ayat-ayat dalam Al Quran:

1. Rizki adalah berasal dari Allah SWT dan Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk mencari pemenuhan lewat cara-cara yang halal. Diantara banyaknya ayat-ayat Nya, Allah telah merangkan dengan sangat jelas bahwa Dia adalah yang memberikan rizki atas seseorang:

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu” [Al-Maidah:88]

“Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki.” [Ar-Rum:40]

“Nafkahkanlah sebahagian dari reski yang diberikan Allah kepadamu” [Ya-sin:47]

“Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya … [Al-Imran:37]

Hal ini berarti semua kaum muslim harus berusaha dan mencari rizki yang telah disediakan buat mereka dan dan bagaimana usaha itu dilakukan adalah hal yang akan diperhitungkan di Hari Pembalasan. Seseorang akan mencari rizki itu dengan pemahaman apa yang akan dia dapatkan dari apa yang dia telah takdirkan untuknya dan tidak menjadikan hal ini sebagai tujuan utama kehidupannya. Seseorang juga harus bekerja berdasarkan keyakinan bahwa ada sumber daya mineral yang cukup di dunia ini bagi semua orang untuk hidup karena Allah telah sediakan itu buat semuanya:

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” [Al-Baqarah:29]

“Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.” [Luqman:20]

“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu.” [Al-Baqarah:22]

Ini dikarenakan Allah SWT telah menciptakan semua mineral dan sumber daya yang diperlukan bagi seseorang untuk menopang hidupnya, dan menyuruh manusia untuk bekerja dan membuat barang-barang atau bekerja pada pertanian.

2. Islam mendorong orang untuk membelanjakan yang halal tapi melarang berlebih-lebihan dalam belanja.

Islam memandang belanja berlebih-lebihan sebagai hal yang hal yang sia-sia, Allah SWT berfirman

“dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan”. [Al-Isra: 26-27]

3. Pada saat yang sama Allah SWT memerintahkan seseorang untuk membelanjakan sesuatu pada barang-barang yang halal, Allah SWt berfirman

“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” [Al-A’raf: 32]

Nabi Muhamma SAW bersabda : “Allah suka melihat tanda-tanda kemurahan yang diberikan-Nya pada hamba-hamba Nya,” diriwayatkan oleh At-Tarmizi.

Nabi Muhammad SAW juga bersabda:”Jika Allah memberimu harta, biarkan Dia melihat tanda-tanda karunia Nya padamu.” Diriwayatkan oleh Al-Hakim dari ayah Abu-Ahwas.

Jika seseorang memiliki harta dan berlaku kikir ketika membelanjakan untuk dirinya sendiri, maka dia berdosa dalam pandangan Allah. Hal ini juga mencakup pada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.

4. Islam memerintahkan Khalifah untuk menyediakan kebutuhan dasar dari penduduknya. Islam menganggap kemiskinan sebagai masalah siapapun di Negara manapun dan pada generasi kapanpun. Kebutuhan dasar dalam Islam didefinisikan atas tiga hal yakni makanan, pakaian dan tempat tinggal. Kemiskinan dalam pandangan Islam adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar itu secara lengkap. Allah berfirman:

“dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma’ruf.” [Al-Baqarah 233]
Dan Dia berfirman:
“Tempatkanlah mereka di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu” [At-Talaq: 6]

Islam menjadikan pemenuhan dan penyediaan kebutuhan-kebutuhan dasar itu suatu hak bagi seseorang yang tidak mampu memperolehnya. Khalifah akan mengembangkan proyek-proyek dan memberikan kontrak-kontrak untuk memastikan ekonomi yang dapat memenuhi kebutuhan atas tiap individu. Khalifah juga memiliki kebijakan pertanian dan memberikan orang-orang yang tidak punya pekerjaan sebidang tanah secara gratis untuk dikembangkan.

5. Sebagian besar perhatian ekonomi Islam akan dicurahkan untuk memastikan adanya distribusi kekayaan yang merata. Islam mengakui adanya perbedaan dalam kemampuan dan kekuatan orang dan tidak menyerahkan seluruhnya pada hukum permintaan dan penawaran (supply dan demand). Islam membolehkan intervensi Negara dalam hal ekonomi untuk membawa keseimbangan di pasar. Hal ini bisa dipahami dari ayat “Supaya harta (yakni kekayaan Negara) jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. [Al-Hashr: 7]

Ayat ini mengamanatkan pada Amir (kepala negara) untuk memastikan bahwa kekayaan janganlah hanya beredar diantara orang-orang kaya saja.

6. Islam membiayai kebutuhan dasar seluruh penduduknya dengan mendisain cara yang dianggap perlu dilakukan bagi penduduk, karena ketiadaanya akan membuat orang akan mencarinya dimana saja, yakni suatu asset yang sukar diperoleh dan untuk memanfaatkannya memerlukan pengilangan, seperti atas barang-barang milik umum. Hal ini berarti berdasarkan kegunaannya barang itu harus dimiliki secara umum dan hasil yang dikeluarkannya harus diatur untuk keuntungan semua rakyat. Hal ini diungkapkan dalam hadis Nabi SAW “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal : air, padang rumput dan api”. Walaupun hadis hanya menyebutkan tiga hal, kita dapat melakukan qiyas (analogi) dan memperluas hal ini untuk meliputi semua keperluan masyarakat. Karena itu sumber-sumber air, kayu bakar di hutan, padang rumput untuk hewan gembala, dan semacamnya adalah harta milik umum sebagaimana juga mesjid, sekolah-sekolah negeri (tidak termasuk sekolah-sekolah swasta), rumah sakit, ladang-ladang minyak, pembangkit-pembangkit listrik, laut, danau, kanal untuk umum, teluk, selat, bendungan, dsb.

7. Selain harta milik umum, Islam menetapkan sejumlah aturan untuk memastikan terus beredarnya harta dan dalam beberapa hal mengenakan pajak pada orang-orang yang menimbun harta. Secara keseluruhan, Islam memiliki seperangkat aturan yang membatasi penumpukkan kekayaan dan menganjurkan pembelanjaan sambil memastikan distribusi kekayaan.

Seharusnya menjadi sangat jelas bahwa masalah ketidak seimbangan global adalah terletak pada kebijakan-kebijakan Negara-negara Barat. Sementara Negara-negara Dunia Ketiga tenggelam dalam kemiskinan, pemerintahan di Negara-negara maju menyalahkan sebab kesengsaran itu pada korban yang mereka ciptakan. Khilafah memiliki catatan yang baik sebagai pihak yang bisa menjaga urusan penduduknya dan memiliki sejumlah kebijakan yang tidak hanya memastikan semua penduduknya terpenuhi tapi juga menempatkan hal ini pada agenda global dengan mengungkap yang dilakukan Barat dan mengakhiri kebijakan-kebijakan eksploitatif dari Kapitalisme.
(Riza Aulia ; Sumber : www.khilafah.com ; 18 Maret 2008)


http://www.hizbut-tahrir.or.id/2008/03/25/politik-pertumbuhan-penduduk/