Blogger Themes

News Update :

Mahalnya Demokrasi tak Sejahterakan Rakyat

Minggu, 15 Maret 2009

ImageDrajad Wibowo,
Anggota Komisi XI DPR RI/Pengamat Ekonomi |

Menyambut pesta demokrasi, para politikus dan partai politik berlomba merebut hati rakyat dengan tebar pesona dan janji kepada rakyat. Berbagai kegiatan sosial digelar untuk menarik simpati rakyat yang tentunya perlu dana yang tak sedikit. Akibatnya seribu satu cara dilakukan untuk mendapatkan sumber pendanaan kampanye. Akankah rakyat dapat menikmati hasil pesta demokrasi dan meraih kesejahteraan? Ternyata mahalnya biaya demokrasi tak serta merta menjamin kesejahteraan rakyat. Demikian Drajad Wibowo, politisi PAN menuturkan kepada Wahyu almaroky dari MEDIA UMAT. Lebih lanjut tentang kerugian rakyat akibat mahalnya biaya pesta demokrasi, terungkap dalam petikan wawancaranya berikut ini.

Menjelang pesta demokrasi (pemilu), banyak pihak yang berkepentingan untuk melakukan penjualan BUMN. Apakah ini menjadi tren setiap menjelang pemilu?

Sepertinya memang begitu, seolah menjadi tren melakukan penjualan aset-aset negara termasuk BUMN di saat menjelang pesta demokrasi (pemilu) atau di akhir jabatan sebuah rezim.

Apakah ada upaya untuk menyelamatkan aset negara dan BUMN dari berbagai pihak yang ingin menjualnya demi kepentingan sesaat?

Memang ada beberapa kejadian di mana menjelang pemilu itu penjualan aset negara dan BUMN itu meningkat. Maka ketika ada usulan hal tersebut di saat menjelang pemilu yang kita antisipasi. Dengan tertunda-tundanya persetujuan dari DPR ini kita harapkan beberapa penjualan aset dan BUMN ini kalau diupayakan untuk penggalanagan dana pemilu itu tidak bisa direalisasikan karena waktunya yang sangat mepet.


Apakah ini dikarenakan biaya pesta demokrasi yang teramat mahal sehingga banyak pihak baik politikus maupun partai yang harus berusaha mencari sumber pendanaannya?

Ya. Tapi rencana penjualan 20 BUMN kali ini tidak menemukan momen yang tepat. Artinya tidak ada urgensitasnya karena pasar dunia lagi ambruk. Jadi kalaupun dipaksakan menjual BUMN maka akan dihargai sangat murah, karena daya beli pasar sedang rendah. Tentu hasil penjualannya tidak bagus, atau bahkan merugikan negara.


Lalu, apa yang tepat untuk saat ini bagi BUMN?

Kalau dilihat dari kebutuhan privatisasi sebenarnya tidak diperlukan privatisasi saat ini, yang mendesak dilakukan saat ini justru restrukturisasi BUMN. Banyak BUMN yang bisa dikonsolidasi ke dalam. Untuk memperkuat modal dan memperbesar aset BUMN saat ini bisa dilakukan penggabungan BUMN sejenis sehingga BUMN itu menjadi kuat. Jadi jika melakukan penjualan ke pasar global tidak tepat karena pasar dunia sedang sekarat.


Apa masalahnya sehingga tidak dilakukan kebijakan penggabungan BUMN, malah banyak yang mau menjualnya?

Kalau saja semua pihak punya niat yang baik tentu mudah melakukan penggabungan BUMN tersebut. Persoalannya menjadi tidak sederhana karena akan banyak orang yang kehilangan jabatan dan sumber pendanaannya jika dilakukan penggabungan. Hal itu yang menyebabkan sulit melakukan efisiensi di dalam tubuh BUMN itu sendiri.


Siapa saja aktor-aktor dibalik penjualan BUMN?

Orangnya berganti-ganti tapi kepentingannya tetap sama. Orangnya mengikuti pergantian rezim yang berkuasa, ketika berganti rezim orangnya juga berganti namun kepentingannya tetap sama. Jadi meski rezim berganti tapi sistem dan kepentingannya tetap.


Kalau Menteri BUMN (Pak Sofyan Djalil) apakah termasuk yang mendukung penjualan BUMN?

Wah kalau itu saya tidak komentar.


Apakah sekarang dilihat dari kacamata ekonomi, ada korelasinya pesta demokrasi yang amat mahal itu dengan kesejahteraan masyarakat?

Karena biaya pemilu ini cukup mahal. Mungkin ada beberapa pihak yang tergoda dengan menggunakan berbagai cara untuk memperoleh sumber dana apalagi melalui suara terbanyak. Pemilu menjadi sangat mahal. Oleh karenanya yang paling penting adalah memberikan pembelajaran politik bagi masyarakat, jangan memilih karena uang dan menjadikan uang sebagai tolak ukur untuk memilih, menyukai atau tidak menyukai pemimpin. Tuntutan dari masyarakat untuk bagi-bagi uang besar sekali. Nah kalau dari masyarakat seperti ini, maka selanjutnya para pemimpin akan mengambil dari aset-aset negara. Ini yang harus kita komunikasikan. Yang dibutuhkan bagi masyarakat adalah program, bukan uang, kalau begitu akan berkurang dari penjarahan aset-aset negara.


Apakah itu karena rakyat berpikir ketika menjelang pemilu saja mereka bisa diperhatikan pemerintah dan para politisi sehingga rakyat ingin menikmati kesejahteraan meski sesaat saja dan menderita kembali setelah pemilu?

Ya kondisi saat ini demikian. Oleh karenanya yang paling penting adalah memberikan pembelajaran politik dan kesadaran bagi masyarakat, pemerintah dan seluruh rakyat.


Saat ini ada undang-undang yang memberi peluang untuk melakukan privatisasi, nah kepentingan apa di balik itu, apakah semata demi kepentingan rakyat? Atau adanya dorongan dari pihak asing untuk keluarnya undang-undang tersebut?

Kalau undang-undang itu terbit sebenarnya tidak terlepas dari peran IMF yang merupakan bagian dari liberalisasi dan privatisasi. Makanya kita ada undang-undang migas yang liberal. Di Panitia Angket telah kita ungkapkan ada dana-dana USAID, ADB dan Bank Dunia yang membantu selama proses terbentuknya penyusunan undang-undang tersebut. Akan tetapi riilnya sama liberalisasi dan privatisasi yang merupakan konsep IMF.


Dengan biaya demokrasi yang sangat mahal, kampanye yang sangat mahal, kan ada juga rakyat yang diuntungkan dengan bagi-bagi kaos, bagi-bagi sembako dll. Apa efek yang ditimbulkan setelah pemilu dilihat dari segi ekonomi?

Ada kekhawatiran setelah pemilu, pemimpin-pemimpin baik yang ada di eksekutif maupun di legislatif karena merasa telah keluar uang banyak, maka uangnya harus kembali. Saya khawatir DPR yang akan datang bisa lebih jelek dari yang sekarang karena biaya kampanye yang sangat mahal. Mau tidak mau harus mencari segala cara untuk menggantinya. Sedangkan gaji di DPR tidak akan mungkin menutup biaya kampanye. Masyarakat sendiri akan dirugikan terlebih lagi mendapatkan uang yang tidak dengan cara yang baik, akan lebih banyak mudharatnya.


Benarkah pendapatan atau gaji anggota Dewan tidak cukup untuk membiayai kampanyenya yang konon sampai milyaran rupiah?

Tentu tidak cukup. Tunjangan anggota dewan itu sekitar 40 juta dengan satu tahun sekitar 520 jutaan, belum dikurangi untuk kebutuhan selama setahun menjadi anggota dewan. Semisal bisa ditabung 15 jutaan maka hanya akan mencapai 900 jutaan, tidak akan mencapai satu milyar. Sehingga tidak akan impas selama 5 tahun. Dan bisa rugi. Maka akan mencoba mencari berbagai cara.


Dengan adanya biaya yang sangat mahal, apakah selama ini ada pengalaman bahwa kebijakan-kebijakan yang mengarah ke indikasi pengembalian modal?

Ada indikasi. Sulit untuk menghilangkan proteksi bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan pribadi.


Dengan biaya demokrasi yang sangat mahal itu, apakah nantinya akan melahirkan kebijakan yang pro rakyat atau lebih kepada pro kepentingan?

Saya rasa akan banyak ke pro kepentingan di banding pro rakyat.


Tetapi kalau dihitung di negara-negara lain, biaya demokrasi itu tidak ada yang murah ya dalam konteks ini?

Kalau biaya demokrasi itu pasti mahal, karena kan perlu cetak suara, keperluan lain. Tetapi itu biasa operasional, sementara yang berbeda kita dengan negara-negara maju adalah biaya untuk dipilih itu luar biasa, sementara untuk di negara maju calon-calon ini tidak memberikan uang kepada pemilihnya. Dia meyakinkan warga dengan program-program. Dia menyampaikan perlu biaya iklan, biaya kampanye, sehingga memperoleh dari donator. Sedangkan di kita ini calon justru menyogok pemilihnya untuk memberikan uang agar memilihnya. Kalaupun pemimpinnya menyogok pemilihnya, maka kalau dia memimpin dia akan meminta tuntutan terus-menerus. Jadilah budaya sogok menyogok. Hal ini yang harus kita hindarkan


Kalau dari 20 BUMN yang direncanakan akan diprivatisasi ini kemungkinannya akan bisa direalisasikan dalam waktu dekat ini?

Akan sangat sulit, bahkan jika ada yang telah disetujui pun akan kita pertanyakan, terlebih jika ada yang telah disetujui pada dua tahun yang lalu, ini akan dipermasalahkan. Karena saat itu harga-harga saham anjlok. Nilai mata uang jatuh.


Kalau dalam kondisi seperti itu jadi negara sebenarnya dirugikan?

Negara memang akan rugi, terlebih dalam kondisi nilai harga seperti ini. Tetapi kalau kondisi harga bagus, atau tidak dijual. Kan ada BUMN yang memang tidak perlu BUMN tersebut, atau memang tidak untuk mayoritas itu bisa diterima.


Biasanya, privatisasi ini justru tidak dijual ke masyarakat, tetapi dijual ke pihak asing?

Itu yang seharusnya tidak kita setujui.[]www.mediaumat.com

Share this Article on :

0 komentar:

 

© Copyright AL-FATIH ZONE 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.