Blogger Themes

News Update :

Mahalnya Harga Demokrasi

Minggu, 15 Maret 2009

Saturday, 07 March 2009

ImageOleh: Tamsil Hadi,

Dosen UIT Makassar|

Demokrasi telanjur dipersepsikan sebagai sebuah harapan dan masa depan cerah. Maka wajar saja kalau untuk melihat demokrasi, kadang harus menggunakan kaca mata gelap. Demokrasi tidak salah, penerapannya yang salah! Begitu kira-kira ungkapan defensif dari penganut paham ini jika ada yang menyerang demokrasi. Namun benarkah pembelaan seperti itu masih bisa diterima? Di saat dalam berbagai dimensi, baik itu sejarah, substansi, dan realitas demokrasi justru memaksa kita untuk ragu menerima alasan dari pembelaan seperti itu.

Ada banyak hal yang kita bisa baca saat ini sebagai ironi dari demokrasi. Salah satunya bahwa ternyata harga demokrasi itu sangat mahal. Butuh banyak yang harus dikorbankan. Menurut Woodrow Wilson, “Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang paling sulit.” (John L. Esposito dan John O. Voll, Demokrasi di Negara-negara muslim). Beberapa bentuk pengorbanan untuk demokrasi yang bisa disebutkan:

1. Pengorbanan Harta

Luar biasa! Untuk sebuah ajang setingkat Pilkada di Jatim harus menghabiskan dana tidak kurang dari Rp. 830 miliar. Jumlah ini setara dengan seperlima Pendapatan Asli Daerah Jatim dalam setahun. Padahal pada saat yang sama teriakan korban lumpur lapindo yang menuntut hak mereka masih terus terdengar. Bahkan untuk ajang Pemilu 2009 nanti, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan anggaran sebesar Rp. 47,9 triliun. Jumlah tersebut hampir mendekati anggaran pendidikan 20% dari APBN dan jauh lebih besar dari biaya pemilu yang sudah dihabiskan pada tahun 2004 sebesar Rp. 3,7 triliun.

Di AS sendiri, perlombaan antara Barack Obama dan John McCain menuju Gedung Putih telah menghabiskan US$ 1 miliar (sekitar Rp 10,5 triliun). Sayangnya banyak yang meragukan kalau naiknya Obama sebagai presiden itu mampu membawa perbaikan yang berarti.

2. Pengorbanan Nyawa

Tepatnya hari Selasa, 3 Februari 2009 yang lalu, ketua DPRD Sumatera Utara, Abdul Azis Angkat (51), meninggal dunia pasca menerima massa demonstrasi yang tidak terkendali. Rentetan kasus lain sebelumnya yang juga memakan korban atas nama demokrasi ditampilkan lewat invasi AS yang dilakukan terhadap Afganistan dan Irak. Mantan Presiden AS George W Bush mengatakan, sekitar 30 ribu nyawa warga Irak telah direnggut sejak invasi dimulai pada 20 Maret 2003 lalu. Belum lagi invasi Israel ke Palestina.

3. Pengorbanan Waktu

Masa persiapan pemilu dan kampanye yang begitu lama jelas membuat pemerintahan di negeri ini terganggu. Waktu 5 tahun yang seharusnya digunakan untuk menjalankan pemerintahan dan melayani rakyat, justru terkuras habis untuk urusan pemenangan dalam pemilu mendatang. Kader partai yang duduk di pemerintahan ataupun dilegislatif lebih sibuk mengurusi partai dibandingkan menjalankan tugasnya. Para pemburu kekuasaan pada serius melakukan upaya pencitraan diri untuk menarik suara rakyat. Indonesia sendiri mencetak rekor sebagai negara yang paling banyak menyelenggarakan demokrasi prosedural (baca; Pemilu, Pilkada, sampai Pilkades). Faktanya, jika dihitung sejak masa reformasi saja, negeri ini telah melakukan 3 (tiga) kali Pemilu. Menurut pengamat politik Eep Saefullah FatahPilkada di Indonesia diselenggarakan 3 kali sehari (Kompas, 24/6/2008). Belum lagi jika dalam sebuah suksesi menimbulkan konflik dan gejolak, maka butuh extra time untuk merampungkannya, seperti kasus Pilkada yang terjadi di Maluku Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur.

4. Pengorbanan Tenaga

Dalam hal pengorbanan tenaga, yang perlu disoroti disini adalah tenaga yang harus dikorbankan oleh rakyat akibat pembodohan demokrasi. Tenaga mereka dibutuhkan untuk menjadi tim sukses, tim kampanye, bahkan dijadikan sebagai alat propaganda lewat iklan-iklan politik. Dalam lingkup yang lebih substansial, demokrasi telah mengorbankan tenaga rakyat untuk kepentingan kepentingan perusahaan dan pemilik modal.

5. Pengorbanan Perasaan

Perasaan rakyat dalam sistem demokrasi kerap disakiti dan dipermainkan. Mereka selalu diberikan harapan dan janji-janji manis oleh penguasa, para kapitalis dan pemburu kekuasaan, tetapi sering kali dilupakan dan diingkari. Harapan pada demokrasi yang over estimate justru membuat “makan hati” karena tidak terbukti. Perasaan rakyat juga teriris tatkala melihat kekayaan alam mereka diberikan kepada pihak asing sedangkan mereka sendiri sebagai pemilik hidup dalam kesempitan. Perasaan umat Islam begitu terluka ketika Islam dan syariatnya diperolok-olokan dalam forum demokrasi ini.

Namun sayang! pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak seperti yang lazim dikatakan bahwa pengorbanan akan selalu berbuah manis. Masihkah percaya demokrasi? []www.mediaumat.com

Share this Article on :

0 komentar:

 

© Copyright AL-FATIH ZONE 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.