Blogger Themes

News Update :

Produksi Pornografis Tak Terkendali, Perlu UU yang Mengatur Ataukah Memberantas Pornografi?

Jumat, 17 Oktober 2008

Syabab.Com - Materi pornografi saat ini dengan mudah dikonsumsi anak-anak. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta di Jakarta, Kamis (16/10/08), mengatakan, Undang-Undang Pornografi diperlukan karena produksi dan distribusi materi pornografi di Indonesia sudah tak terkendali lagi. Bila demikian realitasnya, apakah diperlukan UU yang mengatur pornografi ataukan UU yang memberantas pornografi?

Jika pembahasan RUU Pornografi makin diulur maka pelakunya akan makin senang karena industri pornografi tidak ada yang mengatur, kata putri proklamator Bung Hatta itu di Jakarta, Kamis, saat melakukan pertemuan dengan masyarakat pendukung Rancangan UUP yang diprakarsai Aliansi Selamatkan Anak Indonesia.

Meutia mengatakan, meski sekarang ini banyak materi pornografi beredar di masyarakat namun polisi tidak bisa menangkap pelaku atau produsennya karena belum ada UU yang mengatur.

"Pengaturan diperlukan untuk membuat tatanan masyarakat yang baik. Akhlak mulia tidak termakan materi pornografi," kata Menneg PP yang lalu menambahkan bahwa Indonesia kini merupakan negara kedua pemasok terbesar materi pornografi.

Sementara itu, sosialisasi perlunya Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi terus dilakukan di beberapa daerah. Seperti dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia Kota Banjarmasin yang mengkritisi Rancangan Undang-Undang Pornografi yang hingga saat ini masih belum ada kejelasannya di DPRD Kota Banjarmasin, Senin (13/10/08).

Di hadapan 15 orang anggota DPRD Kota Banjarmasin, HTI menyampaikan kritik atas perubahan kara "anti" dan "pornoaksi" yang dihilangkan dari rancangan semula, dianggap hanya melegalkan pornografi di Indonesia.

eberapa poin mengemuka bahwa adanya penghilangan kata “anti” mengesankan yang diinginkan RUU ini hanyalah mengatur pornografi. Bukan memberantasnya.

“Ini sama saja hanya sebagai meninflimentasi rancangan semula menjadi regulasi, artinya sama saja melegalkan pornografi di Indonesia,” kata Arfianuddin JP, pengurus DPD II HTI kota Banjarmasin.

Demikian juga paparnya, dengan batasan-batasan pornografi dan pornoaksi dalam Undang-Undang yang masih perlu disempurnakan dan tidak jelas. Dalam pengertiannya RUU pornografi itu, masih sangat sempit dan sedikit sehingga memberikan peluang lolosnya banyak materi pornografi di masyarakat.

Menurutnya, materi seksualitas dalam pengertian pornografi hanya mencakup “pertunjukan” di muka umum, namun pengertian tersebut masih sangat sempit karena hanya “pertunjukan saja”.

“Padahal akan banyak cakupan perbuatan dan tindakan pornoaksi yang semestinya dapat dijerat dari RUU ini, sempitnya cakupan ini akan berakibat banyak perbuatan pornoaksi yang lolos dari RUU ini,” tegasnya lagi.

Sehingga, paparnya lagi, sepertinya secara eksplisit yang dilarang oleh RUU inihanyalah bersifat bentuk ketelanjangan, ekploitasi seksual, persenggamaan, atau yang yang bermuatan pornografi lainnya.

Sementara untuk aksi porno lainnya seperti goyangan erotis, tarian, pakaian minim, berpelukan, antara laki-laki dan perempuan, berciuman tidak dikategorikan sebagai pornografi yang dilarang.

“Padahal perbuatan tersebut sudah termasuk melanggar kultur budaya kita yang semestinya juga harus dihargai”, tegasnya. [m/ant/hti/syabab.com]

Share this Article on :

0 komentar:

 

© Copyright AL-FATIH ZONE 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.