htilogo.jpg

بسم الله الرحمن الرحيم

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Nomor: 128/PU/E/03/08 Jakarta, 31 Maret 2008 M

PERNYATAAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA
“Protes Keras Film Fitna”

Akhirnya film yang menghina Islam itu jadi dirilis. Diantaranya di situs internet liveleak.com. Sebelumnya banyak pihak yang meminta agar film itu tidak diedarkan. Tapi atas nama kebebasan berpendapat Geert Wilders, anggota parlemen Belanda yang membuat film itu, tetap ngotot mengedarkan film berdurasi 15 menit itu. Film berjudul Fitna itu pun menuai kecaman dari berbagai pihak. Negara-negara Muslim seperti Iran, Bangladesh, Pakistan, dan Yordania langsung bereaksi keras mengecam film ini. Kecaman yang sama muncul dari Uni Eropa dan Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-Moon. Menurutnya film Wilders merupakan film jahat.

Tapi pemerintah Belanda mengaku tidak bisa berbuat banyak melarang film itu. Perdana Menteri Belanda Dr Jan Peter Balkanende —seperti yang tertulis dalam surat yang ditujukan kepada Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi— mengatakan Wilders tidak mewakili Belanda. Dan, masih menurut PM Jan Peter, hukum Belanda tidak bisa menindak tegas terhadap pemutar film, apabila aspek yang ditimbulkan dari film itu belum terlihat. Aparat baru bisa melakukan investigasi apabila sudah berdampak pada aspek kriminal di tengah masyarakat.

Penghinaan terhadap Islam bukan kali pertama. Wilder pernah mengatakan Al-Qur’an adalah buku fasis yang menyebarkan kebencian dan kekerasan. Dia juga menyerukan agar Al-Qur’an dilarang, sebagaimana dilarangnya Mein Kampf, buku Hitler. “Muslim yang tinggal di Belanda harus menyobek setengah dari Al-Qur’an. Jika Muhammad tinggal di sini (Belanda) sekarang, aku akan menyuruhnya keluar dari Belanda dengan belenggu“, hina Wilders.

Beberapa tahun sebelumnya, Ayaan Hirsi Ali, mencari popularitas dan jabatan politik dengan menghina Islam. Politisi Belanda kelahiran Somalia ini mengecam Islam sebagai agama terbelakang dan merendahkan wanita. Dia juga menuduh Rasulullah Muhammad saw sebagai orang yang sesat karena menikahi Aisyah ra yang masih kanak-kanak. Dengan sangat keji, dia menuduh Rasulullah saw itu pervers (mempunyai kelainan seksual). Hirsi juga membantu Theo Van Gogh membuat film yang berjudul Submission. Dalam film itu dia menuduh Al-Qur’an mendorong kekacauan dan pemerkosaan terhadap seluruh anggota keluarga. Dalam film itu terdapat adegan seorang Muslimah yang shalat, tapi berpakaian tembus pandang dan di tubuhnya tertulis ayat-ayat Al-Quran.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:

1. Memprotes keras pembuatan dan penayangan serta pengedaran film Fitna tersebut. Dan menuntut agar peredaran film itu dihentikan dan Greet Wilders dihukum berat. Bila dalam faktanya, pemerintah Belanda dan negara-negara Eropa tidak melarang penghinaan terhadap Islam itu dengan dalih kebebasan berpendapat, menunjukkan mereka telah menerapkan standard ganda. Di Eropa siapapun yang meragukan atau mengkritik kebenaran Hollocaust (pembantaian massal) yang dilakukan oleh Nazi terhadap orang-orang Yahudi di Eropa akan diseret ke pengadilan sebagai tindakan kriminal. Bukankah mengkritik Hollocaust juga adalah bagian dari kebebasan berpendapat? Mengapa untuk kritik terhadap Hollocaust dilarang, sementara penghinaan terhadap Islam dibiarkan atas nama kebebasaan?

Demikian juga di Perancis, pemakaian kerudung dilarang di sekolah-sekolah umum. Padahal memakai kerudung bagi umat Islam adalah bagian dari kewajiban beragama. Pelarangan ini jelas bertentangan dengan hak kebebasan beragama seorang Muslim. Artinya, sebenarnya negara-negara Barat mengakui, bahwa tidak ada kebebasan yang benar-benar bebas, tanpa ada pembatasan. Terbukti pula bahwa negara mereka sebenarnya bisa bertindak untuk melarang seperti dalam kasus Hollocaust. Sikap pemerintah Belanda yang tidak melarang penghinaan terhadap Islam menunjukan pemerintah Belanda membiarkan terjadinya kejahatan, yakni penghinaan terhadap agama.

Standar ganda seperti ini sering sekali terjadi, terutama pada perkara yang berkaitan dengan Islam dan umat Islam. Hamas yang berjuang membebaskan negerinya dari penjajahan Israel disebut teroris. Sementara tindakan Israel yang menduduki dan membunuh rakyat sipil di Palestina dengan peralatan tempur canggih dan bom berkuatan dahsyat disebut aksi membela diri. Kemudian siapapun yang mengkritik kebijakan Israel ini akan dituduh anti semit.

Inkonsistensi dan standar ganda yang demikian mencolok, membuat kita wajib meragukan nilai-nilai Kapitalisme Barat yang sering diklaim sebagai peradaban terbaik dunia saat ini. Sungguh sangat mengerikan kalau kebebasan diartikan sebagai bebas menghina agama dan keyakinan orang lain. Betapa bahayanya, jika atas nama demokrasi, kebebasan, perang melawan terorisme, siapapun boleh melakukan apapun, termasuk menahan tanpa tuduhan, menyiksa, sampai membunuh orang lain bahkan juga menyerbu, menduduki dan menghancurkan negara lain. Ini semua menunjukkan kegagalan peradaban Barat yang sangat kronis.

2. Sikap pemerintah Barat terhadap umat Islam sekarang ini membuat slogan dialog antar peradaban dan saling menghargai (mutual respect) yang sering dikampanyekan Barat layak dipertanyakan. Di satu sisi, Barat menyerukan dialog peradaban, tapi pada saat yang sama Barat membiarkan penghinaan terhadap peradaban lain seperti penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad saw dan Al-Qur’an. Mereka berbicara tentang dialog peradaban, akan tetapi Barat memaksakan peradaban Barat di negeri-negeri Islam bahkan dengan kekuatan militer seperti yang kini tengah terjadi di Irak.

Dialog peradaban semacam ini dan dalam kondisi seperti ini tidak bisa diterima. Sebab antara Peradaban Barat dan Islam tidak dalam keadaan yang sama posisinya (equal). Peradaban Barat merasa lebih tinggi dan dipaksakan untuk mendominasi peradaban lain.

Juga patut dipertanyakan kampanye yang menolak radikalisme dan mendorong umat Islam menjadi Muslim yang moderat dan toleran terhadap nilai-nilai Barat karena di saat yang sama pemerintah Barat justru membiarkan pemikiran ekstrim dan radikal atas nama kebebasan, menghina Islam dan kaum Muslim. Tidak hanya itu. Tindakan radikal juga dilakukan AS dan Israel terhadap negeri Islam yang telah menimbulkan banyak korban jiwa. Walhasil, dialog peradaban dan dorongan agar menjadi Muslim moderat, terkesan dilakukan sekedar untuk membungkam perlawanan umat Islam terhadap negara-negara Barat yang menindas umat Islam dan mendorong umat Islam untuk mau diperlakukan secara semena-mena oleh mereka.

3. Menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk menekan pemerintah Belanda agar menghentikan peredaran film itu. Serta menyerukan kepada umat Islam untuk sungguh-sungguh berjuang bagi tegaknya khilafah Islam. Tanpa khilafah umat menjadi sangat lemah. Ini bukti ke sekian kali bahwa penghinaan terhadap Islam, nabi Muhammad dan Al-Qur’an menunjukkan bahwa umat Islam dewasa ini memang dalam keadaan yang sangat lemah sehingga gampang diperlakukan secara semena-mena. Khilafah akan menyatukan umat, dan dengan persatuan umat, Islam akan menjadi kuat kembali sehingga mampu menegakkan izzul Islam wal Muslimin, termasuk melindungi kehormatan ajaran Islam, Al-Quran dan nabi Muhammad saw yang mulia.

Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia

Muhammad Ismail Yusanto
Hp: 0811119796 Email: Ismaily@telkom.net

Gedung Anakida Lantai 7
Jl. Prof. Soepomo Nomer 27, Jakarta Selatan 12790
Telp / Fax : (62-21) 8353253 Fax. (62-21) 8353254
Website : http://www.hizbut-tahrir.or.id