BANJARMASIN - Sejumlah elemen masyarakat Kalimantan Selatan menyatakan menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Pernyataan itu terungkap dalam dialog politik ekonomi bertema “Pro Kontra Penaikan Harga BBM, Apa Akar Masalahnya?” yang diselenggarakan Komite Penegakan Syariat Islam (KPSI) Kalsel bekerjasama dengan DPD I Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kalsel di Banjarmasin, Selasa (20/5).

Dua pengamat ekonomi yang menjadi pembicara masing-masing Syahrituah Siregar dari Unlam dan Hidayatullah Muttaqin dari HTI Kalsel, memaparkan ketidaksepakatan mereka terhadap rencana kenaikan harga BBM.

Dalam paparannya, syahrituah mengatakan, ditinjau dari platform perekonomian nasional, perkara pokok sebenarnya adalah cara pandang terhadap BBM sendiri. Apakah sebagai komoditas pasar atau amanah publik.

Menurutnya, pemerintah telah salah kaprah sehingga menyerahkan harga minyak kepada pasar bebas. “Saya melihat tak ada rasa bersalah dari para elite negara yang telah menelantarkan rakyat dalam penjajahan ekonomi di tanahnya sendiri. Justru yang kentara adalah naiknya harga minyak dijadikan momentum untuk mengabdi pada pasar bebas dengan ideologi anti subsidi,” tandasnya.

Sementara Hidayatullah Muttaqin menilai, untuk mengubah bangsa Indonesia yang telah terjajah secara ekonomi, maka hal yang harus dilakukan adalah revolusi pola pikir. “Saya lebih sepakat kalau revolusi, tapi revolusi pola pikir yang berlanjut ke revolusi sistem,” ujarnya.

Menurutnya revolusi pola pikir perlu dilakukan karena sudah ada kesalahan dari pemerintah pusat dan daerah yang terlalu berharap kehadiran investor terutama asing. Padahal investor bukanlah penyelamat ekonomi rakyat.

“Adalah pembohongan kalau banyaknya investor asing yang menamankam modalnya meningkatkan perekonomian rakyat, yang terjadi adalah pengerukan kakayaaan negara ini,” imbuhnya. [ff; Banjarmasin Post - Rabu, 21-05-2008]