Janji Bush, setiap kali berbicara tentang solusi konflik Palestina, adalah dua negara demokratis yang berdampingan: negara Israel dan Palestina merdeka. Seperti yang dilaporkan VOA (10/1/2008) dalam kunjungannya ke Timur Tengah setelah pembicaraan dua hari dengan para pemimpin Israel dan Palestina, Presiden Bush hari Kamis mengatakan, ia yakin pemimpin kedua pihak bertekad mencapai persetujuan mengenai dua negara yang berdiri berdampingan dengan aman dan damai. Ia menambahkan, perundingan damai harus memastikan bahwa Israel memiliki perbatasan yang aman, diakui dan dapat dipertahankan; sementara Palestina adalah negara yang dapat hidup, utuh dan berdaulat. Bush juga mengatakan, pembentukan negara Palestina akan meningkatkan kestabilan di kawasan itu.

Bush memperkirakan kesepakatan perdamaian Timur Tengah akan dapat ditandatangani setahun ke depan. Hari Kamis (10/01) di Ramallah, dia juga menyatakan dukungannya terhadap Palestina untuk membangun negara sendiri. Dalam kurun setahun rencana mengenai jadwal untuk itu diharapkan rampung. Demikian lanjut Bush. Bush juga mengutarakan keyakinannya, kesepakatan akan tercapai selambat-lambatnya hingga berakhirnya masa jabatannya sebagai presiden bulan Januari 2009.

Janji Bush pun disambut hangat Israel dan Mahmud Abbas dari faksi Fattah yang dikenal nasionalis sekular. Baik Abbas maupun Olmert menyambut girang kedatangan Bush ke Palestina. Tidak begitu halnya dengan banyak Rakyat Palestina. Mereka banyak yang tidak mempercayai janji Bush. Kunjungan Bush pun dianggap tidak akan memberikan makna apa-apa. “Bagi kami, kunjungan itu telah gagal, bahkan sebelum dia datang. Kunjungan ini hanyalah untuk kepentingan Israel, bukan rakyat Palestina,” ujar Khader Dibs seorang warga Palestina.

Keraguan tentang perdamaian Timur Tengah yang digagas Bush muncul karena lemahnya posisi Olmert dan Abbas. Harian Jerman Rhein-Zeitung yang terbit di Koblenz menulis, “Baik Ehud Olmert maupun Mahmud Abbas tidak memiliki kekuatan untuk menciptakan perdamaian yang adil. Olmert tidak mampu menghentikan pemukiman di Tepi Barat Jordan. Abbas juga dipandang sebagai anak asuhan AS yang tidak dipercaya oleh sebagian besar warga Palestina.

Bagi sebagian yang lain, tawaran perdamaian Bush seperti lelucon mengingat Bush dikenal sebagai presiden AS yang suka perang. Bagaimana janji perdamaian Bush bisa dipercaya saat di sisi lain AS terus menduduki Irak dan Afganistan dengan membunuh ratusan ribu rakyat sipil. Bagaimana Bush berbicara tentang perdamaian, sementara perlakukan tidak manusiawi terhadap tawanan perang di Guantanamo dan Abu Ghraib masih terus berlangsung?

Mengomentari kunjungan Bush baru-baru ini ke Timur Tengah, Dr. Imron Wahid, media representaf Hizbut Tahrir Inggris, berkata, “Bush memandang Timur Tengah sebagai negara bagian ke-51 Amerika Serikat, pompa bensin besar bagi konsumsi minyak AS. Timur Tengah dalam anggapan Bush adalah kawasan tempat rakyat sipil yang hidupnya tidak bernilai, kawasan tempat CIA mensponsori penyiksaan, dan Abu Ghraib sekarang merupakan semboyan kebangkrutan moral Amerika.”


Negara Palestina Merdeka?

Sebagaimana kita ketahui, salah satu tujuan dari Konferensi Annapolis adalah untuk mencoba dan menghidupkan ‘Peta Jalan Damai’ yang pertama kali diperkenalkan kepada para pemimpin Palestina dan Israel pada bulan April 2003 oleh empat (Quartet) mediator: PBB, Uni Eropa, Amerika dan Rusia.

Peta Jalan Damai menyatakan: Sebuah penyelesaian dua negara pada konflik Israel-Palestina hanya dapat diperoleh melalui diakhirinya kekerasan dan terorisme, yakni ketika masyarakat Palestina memiliki suatu kepemimpinan yang dapat menindak tegas teror serta mau dan mampu membangun demokrasi berdasarkan pada toleransi dan kebebasan; juga melalui kesiapan Israel untuk melakukan apa yang diperlukan bagi didirikannya suatu negara Palestina yang demokratis—sebuah penerimaan yang jelas, tidak tersamar oleh kedua pihak dari tujuan perundingan penyelesaian sebagaimana yang digambarkan di bawah.

Karena itu, Quartet yang dipimpin oleh Amerika menetapkan parameter yang dipaksakan bagi tipe negara Palestina yang akan dibangun. Negara itu haruslah sebuah pemerintahan demokratis yang berdasarkan nilai-nilai Barat sekular.

Untuk sekadar menggambarkan seperti apakah pemerintahan yang disebut ‘demokratis’ itu, cukup melihat ‘demokrasi’ di Irak dan Afganistan yang tidak membawa sesuatu apapun bagi masyarakatnya melainkan hanya pertumpahan darah yang berkelanjutan dan penindasan yang berkepanjangan. Pemerintahan-pemerintahan boneka yang dipasang di negara-negara itu tidak tunduk kepada rakyatnya, tetapi tunduk patuh kepada tuan-tuannya di Barat. Walaupun rakyat telah memilih mereka pada Pemilu di kedua negara itu, pilihan rakyat dibatasi pada kandidat yang telah disetujui oleh Barat. Dengan kata lain, Anda dapat memilih siapapun yang mengabdi pada kepentingan-kepentingan Barat. Contoh paling ekstrem dari hal ini adalah ketika di Bulan Januari 2006 Hamas memenangkan Pemilu Parlemen Palestina. Segera setelah itu ada ketidaksetujuan atas hasil Pemilu itu oleh negara-negara Barat dan bantuan keuangan yang sangat dibutuhkan bangsa Palestina pun dipotong. Kemudian Amerika bekerja melalui agennya, Mahmud Abbas, yang mencoba memaksa Hamas untuk menyetujui Peta Jalan Damai yang dibuat dengan inspirasi Barat.

Setelah 18 bulan terjadi kebuntuan politik dan pertempuran antara Hamas dan Fatah, Mahmud Abbas membubarkan parlemen pada bulan Juni 2007 dan menyatakan negara dalam keadaan darurat. Hamas kemudian secara paksa mengambil kontrol atas Gaza dengan mengusir Fatah dari pemerintahan; Fatah juga mengambil kontrol atas Tepi Barat dan mengusir Hamas.

Pemerintahan Abbas mencontoh apa yang dilakukan para penguasa tiran Arab di wilayah itu. Untuk membungkam oposisi atas Konferensi Annapolis, Abbas melarang semua demonstrasi di Tepi Barat. Walaupun ada larangan itu, ratusan kaum Muslim yang gagah berani dari Hizbut Tahrir berbaris untuk menunjukkan penentangannya atas konperensi itu dan Peta Jalan Damai. Apa yang terjadi selanjutnya dapat dilihat di seluruh dunia. Polisi Palestina terlihat memukul dan menembak demonstran dengan pistolnya. Seorang pemrotes ditembak mati dan ratusan lainnya terluka serius hanya karena menyuarakan opini politik mereka.


Visi Israel atas sebuah Negara Palestina

Kabinet Israel menyetujui Peta Jalan Damai pada 25 Mei 2003, dengan suara 12 setuju dan 7 menentang sementara 4 abstain setelah dilakukan debat selama enam jam yang digambarkan berlangsung dengan alot. Namun, sebelum menyetujui rencana itu, Israel telah mencantumkan daftar yang terdiri dari 14 syarat dan kondisi awal bagi Negara Palestina mendatang.

Dua dari kondisi-kondisi itu dicantumkan di bawah ini untuk memberikan gambaran atas visi Israel bagi sebuah Negara Palestina. Walaupun kondisi-kondisi ini masih tetap dalam perundingan, sebagaimana yang ditunjukkan sejarah, Israel senantiasa mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa memandang hukum internasional atau keinginan rakyat Palestina.

1. Baik ketika dimulainya, atau selama proses, dan sebagai sebuah syarat untuk keberlangsungannya, ketenangan hendaknya dipertahankan. Pihak Palestina akan melucuti organisasi-organisasi keamanan yang ada dan menerapkan reformasi keamanan selama proses tadi; akan dibentuk organisasi-organisasi baru dan bertindak untuk memerangi teror, kekerasan, dan hasutan (hasutan harus segera diakhiri dan Otoritas Palestina harus memberikan pendidikan tentang perdamaian). Organisasi-organisasi ini akan terlibat dalam pencegahan tindakan teror dan kekerasan melalui penangkapan, interogasi, pencegahan dan pemaksaan atas dasar hukum bagi dilakukannya interogasi, penuntutan dan penghukuman. Dalam fase pertama dari rencana ini dan sebagai sebuah kondisi untuk kemajuan fase kedua, bangsa Palestina akan melengkapi pelucutan organisasi-organisasi teroris (Hamas, Jihad Islam, Front Populer, Front Demokratik, Brigadi Al-Aqsa dan segala perangkatnya) serta infrastruktur mereka; mengumpulkan semua senjata ilegal dan menyerahkannya kepada pihak ketiga untuk dihilangkan dari wilayah itu dan dihancurkan; penghentian penyelundupan dan produksi senjata di dalam Otoritas Palestina; pengaktifan dari pencegahan menyeluruh atas perangkat mereka dan penghentian penghasutan. Tidak akan ada kemajuan pada fase kedua tanpa dipenuhinya semua syarat yang telah disebutkan di atas yang berkaitan dengan perang melawan teror. Rencana keamanan yang akan diterapkan adalah Rencana Tenet dan Zinni.

2. Ciri dari Negara Palestina yang sementara akan ditentukan lewat perundingan antara Otoritas Palestina dan Israel. Negara sementara akan memiliki batas negara sementara dan beberapa aspek kedaulatan, akan dilakukan demiliterisasi dan tanpa angkatan bersenjata, tetapi hanya dengan polisi dan keamanan internal dengan lingkup dan peralatan terbatas, tidak memiliki otoritas untuk menjalankan persekutuan pertahanan atau kerjasama militer, dan Israel memiliki kontrol atas jalan masuk dan keluar atas semua orang dan kargo maupun atas wilayah udara dan spectrum elektromagnetik.

Jadi ‘Negara Palestina’ kenyataanya adalah negara yang amat terbatas. Hal ini tidak dapat menjadi landasan bagi negara apapun karena hal ini merupakan ketidakadilan dan akan membuatnya menuju konflik yang abadi.

Dengan demikian, janji Negara Palestina yang ditawarkar AS adalah bohong belaka. Sebab, sebelum berunding sampai kesana, AS dan Israel mensyaratkan semua bentuk perlawanan bersenjata terhadap Israel harus dihentikan. Sebaliknya, AS tidak pernah meminta agar Israel juga melucuti senjatanya dan menghentikan pembunuhan terhadap rakyat Palestina. Prasyarat ini jelas dimaksudkan untuk memperlemah perjuangan rakyat Palestina dalam membebaskan negerinya. Di samping itu negara yang dimaksud Israel dan AS adalah negara yang tak berdaulat sama sekali dan tetap di bawah kontrol Israel. Lalu apa artinya perdamaian kalau seperti ini?

Walhasil, persoalan Palestina tidak akan pernah selesai melalui jalan perdamaian. Perdamaian tidak menyelesaikan persoalan utama krisis ini, yakni penjajahan Israel. Selama negara Israel masih menjajah Palestina, gejolak akan terus berlangsung. Karena itu, situasi perang melawan Israel harus tetap dipertahankan. Sementara itu, perjuangan penegakan Khilafah harus terus digencarkan. Pelestina hanya akan benar-benar dibebaskan lewat kekuatan negara global yang seimbang dengan pendukung sejati Israel (AS). Negara global tersebut adalah Khilafah Islam. [Riza Aulia/Farid W. Sumber: www.khilafah.com]