George W Bush Paling Bertanggung Jawab

Sebenarnya mudah saja untuk memahami krisis keuangan AS yang kembali meledak, Senin (21/1). Salah satu dasar utamanya adalah utang Pemerintah AS yang meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan paling pesat terjadi di era tiga presiden dari Republik, Ronald Reagan, George Herbert Walker Bush, dan anaknya George Walker Bush. Namun, si anak ini adalah penimbun utang terbesar. Bayangkan, jika pendapatan Anda sebesar Rp 1,3 juta per tahun, tetapi jumlah utang sudah mencapai Rp 898.000. Artinya, 68 persen dari pendapatan Anda harus dibayar untuk utang. Apa yang akan terjadi? Kemungkinan besar posisi keuangan Anda sudah dianggap bahaya dan riskan untuk diberi pinjaman baru.Nah, hal serupa itulah yang terjadi dengan pemerintahan AS sekarang ini. Total utang nasional AS mencapai 8,9 triliun dollar AS. Sementara itu, produksi domestik bruto (PDB) atau pendapatan tahunan sekarang ini sekitar 13 triliun dollar AS.

Benar, utang itu bisa dibayar secara mencicil dari tahun ke tahun. Namun, persentase utang yang sudah besar jelas merupakan lampu merah yang menyala lengkap dengan bunyi sirene.Di sisi lain, sumber pendapatan baru tak didapat, malah perangai Anda terus terbius dengan keborosan. Ini tentu semakin membahayakan lagi. Secara ekonomi, Anda tak lagi bisa tertolong dan sudah pada posisi kronis secara finansial.

Inilah yang menjadi dasar bagi Uni Eropa untuk menyalahkan AS sebagai penyebab kejatuhan saham-saham global. ”Masalah mendasar adalah pada utang AS yang terus meningkat dari tahun ke tahun, tanpa peningkatan tabungan,” kata Ketua Komisi Uni Eropa untuk Urusan Ekonomi dan Moneter Joaquin Almunia, Selasa (22/1) di Brussels.

Pada tahun 2004, Paul Krugman, penasihat ekonomi pada era Ronald Reagan, sudah wanti-wanti. Ia mengatakan, turbulensi masih akan terjadi di periode kedua pemerintahan Presiden George W Bush. Ia menuduh kebijakan Gedung Putih terlalu sarat dengan misi politik dan tidak mengindahkan rambu-rambu ekonomi.

Harap diketahui dari 8,98 triliun utang AS, ke luar negeri dan warga dalam negeri, sebanyak 3,25 triliun dollar AS terjadi selama pemerintahan George Walker Bush.Maka dari itu, siapa pun presiden AS berikutnya, salah satu masalah terbesar yang harus dihadapi adalah penumpukan utang. ”Warisan Bush adalah utang yang lebih besar,” demikian kata Stan Collender, seorang veteran ahli anggaran AS di harian The Christian Science Monitor edisi 27 September 2007.

Mengapa menumpuk?

Lalu, pertanyaannya adalah mengapa terjadi penumpukan utang di bawah pemerintahan Bush? Salah satu penyebab utama adalah program pengurangan pajak korporasi sebesar 1,35 triliun dollar AS yang dicanangkan pada 2001. Ini adalah program pengurangan utang terbesar dalam sejarah perekonomian AS. Bush berambisi mendorong aktivitas perekonomian dengan mengurangi pajak. Harapannya, dengan pajak yang rendah, korporasi akan meningkatkan konsumsi.

Mantan Gubernur Bank Sentral AS Alan Greenspan menentang ini. Pihak yang juga turut menolak adalah Menkeu Paul O’Neill yang kemudian mengundurkan diri. Alasan O’Neill adalah, program ini mengancam anggaran untuk kepentingan pengamanan sosial. Banyak warga AS yang kurang makan, kurang mampu membiayai perobatan. Ini tak berterima bagi Bush.Hal yang terjadi adalah, ekonomi hanya tumbuh rata-rata 2,5 persen per tahun selama Bush memimpin AS. Ini adalah rata-rata pertumbuhan terrendah dalam beberapa dekade terakhir. Bibit krisis tertanam. Utang terus menumpuk. Penerimaan pajak, salah satu andalan penerimaan pemerintah, anjlok drastis.

Di sisi lain, warga kaya AS makin kaya, sementara kaum papa makin papa. Bukan itu saja, makin banyak yang tak mampu membiayai pendidikan dan terjebak narkoba. Program televisi The Oprah Show turut memperlihatkan ironi kaum miskin di AS ini.

Inilah ironi dari pengurangan pajak. Padahal, selain mendorong penerimaan pemerintah, pajak juga instrumen pemerataan pendapatan. Ini tidak terjadi. Si kaya makin kaya, si miskin makin miskin. Inilah salah satu warisan terparah pemerintahan Bush, seperti sudah sering diingatkan ekonom seperti Krugman dan Joseph E Stiglitz.

Logika ekonomi Bush begitu buruk. Harian Los Angeles Times sampai melacak nilai mata kuliah ekonomi Bush ketika dia masih kuliah, yang -C. Problem lain penyebab utang adalah defisit perdagangan dan defisit anggaran pemerintah. Defisit ini harus ditutup dengan utang luar negeri, termasuk berupa pembelian obligasi yang diterbitkan Pemerintah AS oleh asing seperti Jepang serta China.

Di bawah Bush juga muncul pembengkakan biaya perang ke Irak dan Afganistan. Setelah membiayai Perang Korea dan Vietnam, AS juga membiayai perang yang tidak perlu di Irak dan Afganistan. Irak tidak aman dan Osama bin Laden tak tertangkap juga.

Lembaga keuangan liar

Masalah lain adalah posisi AS sebagai negara sarang para spekulan. AS, misalnya, punya badan pengawas lembaga keuangan bernama Commodity Futures Trading Commission (CFTC). Badan ini bertugas mencegah manipulasi keuangan, aksi spekulasi berlebihan.AS memiliki ICE (Inter-Continental Exchange) Futures. Badan ini melakukan aktivitas perdagangan berjangka, termasuk komoditas gas dan minyak. Namun, CFTC tidak mengawasi ICE Futures.

Senator Carl Levin dan Norm Coleman sedang melakukan penyelidikan atas ICE Futures yang diduga keras turut berperan mendongkrak harga minyak mendekati angka 100 dollar AS per barrel. Minyak tidak saja memukul kantong warga Indonesia, tetapi juga warga AS.

Kaitan dengan saham

Ada banyak lagi perusahaan keuangan di AS yang tidak disiplin dan tidak diatur agar memelihara etika bisnis.

Lagi sejak 2001, ekonomi AS tumbuh, berkat dorongan kucuran kredit ke sektor perumahan, termasuk dari berbagai perbankan besar internasional.Harga rumah didorong naik ke tingkat tertinggi, hingga pembeli baru tak mampu lagi membeli rumah. Bukan itu saja, pembeli rumah lama, dengan pinjaman dari perbankan, tak mampu lagi membayar utang. Harga rumah sudah meletus bagai balon. Muncullah istilah bubble burst, menggelembung lalu meledak.

Kejadian ini membangkrutkan Merrill Lynch, Goldman Sachs, Northern Rock (Inggris), UBS (Swiss), dan Mitsubishi UFJ (Jepang). Manajemen perusahaan ini terpaksa menyuntikkan modal. Namun, banyak perusahaan AS dan negara lain yang bangkrut, korban subprime mortgage. Ini adalah julukan bagi surat utang yang dipakai membiayai sektor perumahan. Surat utang ini tidak memiliki kategori AAA, di mana kemampuan membayar sangat tinggi, malah kategori junk (sampah).

Stephen Roach, ekonom dari Morgan Stanley Asia, mengkritik kecerobohan dan bahaya dari kebijakan Bank Sentral AS selama ini. Suku bunga rendah telah memicu spekulasi, termasuk di sektor perumahan, dengan menggunakan uang murah, akibat suku bunga rendah itu.Inilah antara lain warisan buruk Bush. Tidak heran George Mason

University menuliskan bahwa Bush memiliki peringkat terburuk sepanjang sejarah Gedung Putih, bahkan ia kalah dari pemicu skandal Watergate, Richard Nixon.

Menlu AS Condoleezza Rice mencoba menebarkan kebohongan baru. Di Forum Ekonomi Dunia, Davos, Swiss, Rabu (23/1), Rice mengatakan fondasi ekonomi AS solid.Tidak demikian halnya dalam pandangan George Soros. Di Davos, tak ada pihak yang ragu lagi untuk mengatakan AS secara teknis sudah mengalami resesi, termasuk ekonom AS lainnya seperti Fred C Bergsten.

Dengan kondisi ini, bukan hanya AS yang memiliki reputasi buruk soal ekonomi. Organ-organ AS, termasuk perusahaan-perusahaan AS, juga menjadi sekarat. Perusahaan-perusahaan ini juga menerbitkan saham di bursa Wall Street. Bisakah kita mengharapkan harga-harga saham itu, yang didorong tinggi menciptakan bubble, untuk terus menggelinding naik? Tidak!

Inilah yang sedang terjadi dengan AS. Bagaimana dampaknya ke negara lain, ke Eropa, Asia? Dampaknya pasti ada, setidaknya penurunan pertumbuhan global. Namun untungnya, pilar ekonomi dunia tidak lagi semata-mata didukung AS. Istilah AS bersin lalu negara lain akan demam, relatif berkurang. Setidaknya, inilah juga Bergsten.

Bagaimana menyelamatkan ekonomi AS? Semua persoalan itu butuh waktu tahunan untuk diatasi. Tetapi setidaknya, biarkan dulu Bush mundur untuk digantikan calon lain yang mendengar para ekonom.

Bank Sentral AS memang kembali menurunkan suku bunga. Pemerintahan Bush menciptakan dana stimulus ekonomi sebesar 150 miliar dollar AS. Profesor ekonomi New York

University, Nouriel Roubini, mengecam Fed. ”Fed tak mengerti akar persoalan,” kata Roubini.

Krugman juga mengatakan stimulus Bush itu akan sia-sia saja. Disiplin anggaran, pemerataan pendapatan warga AS, restrukturisasi sistem keuangan, itulah obatnya. (Simon Saragih : Kompas online, Minggu, 27 januari 2008 | 03:19 WIB)